Senin, 15 Juli 2013

Kenapa Tentara Sering Konflik dengan Polisi



Kenapa Tentara sering konflik dengan Polisi, walau kadang penyebabnya hanya hal-hal sepele?
sebagaimana kita ketahui TNI itu suatu institusi yang energinya sangat besar tapi hanya digunakan terbatas. Otoritasnya yang poweful di masa lalu harus diredam di barak-barak. TNI itu untuk pertahanan, hanya boleh gunakan energinya jika ada ancaman militer dari negara lain. Sedangkan Keamanan dan Ketertiban itu urusan Polisi. 

Sekarang ini, amat sering  TNI melihat banyak ancaman tehadap Negara, baik itu dari Terorisme, Demo anarkhis hingga ancaman Ideologi dan lain lain, tapi mereka tidak boleh ikut-ikut,  itu semua urusan Polisi.
Walau tiap hari melihat carut marut keadaan keamanan, TNI hanya bisa nelan ludah, terus latihan dan latihan, tapi jarang digunakan. Ibarat pesilat, tiap saat digembleng, tapi mereka harus sabar ketika nemui keributan, hukum melarang mereka, menyalurkan kemampuan jurus-jurusnya.
Sedangkan polisi "saudara muda" TNI, kewenangannya sangat luas, dari nangani masalah kriminal, lalu lintas, huru hara, hingga terorisme. Boleh dikata, semua persoalan di luar perang dengan negara lain, bisa ditangani Polisi, baik di darat, di laut bahkan di dunia maya. dari A sampai Z itu kewenangan dan urusan Polisi, maka tak heran jumlah polisi selalu kurang dibanding jumlah masyarakat, karena saking banyaknya masalah yang harus ditangani dan dikerjakan.

Bukan rahasia umum, dengan kewenangan besar, berarti pekerjaannya banyak, proyek banyak, rejekinya juga banyak. Sehingga polisi jauh lebih makmur dari TNI. Tak bisa disalahkan kalau ada kecemburuan, karena perlakuan hukum yang amat beda antara kewenangan TNI dan Polisi.  Tapi pasca Reformasi Polisi beruntung walau juga aparat negara yang bersenjata,  hukum menempatkan Polisi sebagai  warga sipil, sehigga kewenangannya luas dan terlegitimasi. Walau tindakan dan perilakunya belum tentu mencerminkan sebagai warga sipil.  Sedangkan TNI walau kekuatannya besar dengan senjata lengkap mereka hanya boleh keluar barak saat keamanan negara terancam, atau saat ada bencana.  Setelah reformasi TNI kehilangan banyak ruang gerak, bahkan kebanggaannyapun jadi makin terbatas, ini konsekuensi demokrasi kita.

Kalo TNI hanya berwenang pada pertahanan dan itu didefinisikan ancaman serangan fisik dari tentara negara lain, kecil sekali kemungkinan terjadi. Bentuk ancaman terhadap pertahanan negara itu sudah banyak berubah, tak selalu dari ancaman fisik tentara negara lain. Sehingga lagi lagi TNI harus sabar. Saat tak ada perang, mereka hanya keluar Barak untuk Gotong Royong bersihkan Got, atau membantu korban bencana, misalnya evakuasi Mayat. Padahal di AS dan negara Barat lain, walau tentara mereka juga ada di barak-barak militer tapi baraknya tersebar di banyak negara di dunia. Itu kenyataannya. AS punya pangkalan di banyak negara, begitu pula Perancis dan Inggris, pasukannya ada di beberapa negara lain. Bahkan Armada AS bisa bergerak ke berbagai wilayah dunia. Di dalam negeri tentara AS ada di Barak, tapi di Irak, Afghanistan, atau di daerah konflik lain, mereka menggelar pasukan, untuk perang dengan peralatan lengkap termasuk mengurusi kemanan dan ketertiban di negara itu. Tentara AS punya banyak program, baik untuk perang, nangani keamanan dan ketertiban di luar negeri, hingga program perdamaian dan unjuk kekuatan. Saat mereka pulang ke negaranya, mereka bisa berjalan dengan gagah sebagai "hero" disambut meriah. Sebagai pahlawan Perang Irak, Pahlawan Peranmg Afganistan, dulu Vietnam dan lain lain.

Itu bedanya dengan TNI yang tak boleh itu tak boleh ini, dan tak banyak kemana mana. Maka sudah saatnya redifinisi ulang tentang pengertian persoalan ancaman thd pertahanan, keamanan negara. Saatnya pula memanfaatkan energi TNI secara lebih maksimal tetapi tetap dalam koridor demokrasi, artinya masih dibawah kewenangan supremasi sipil.
Coba bandingkn dengan TNI, yang kalau keluar negeri hanya sebagai pasukan perdamaian PBB, itupun jumlah sedikit, kesempatan sedikit. Mereka lebih banyak berkutat di barak di dalam negeri. TNI jangan hanya boleh keluar barak saat ada bencana, atau saat disuruh bersihin got, dan gotong royong tapi perlu dipikirkan untuk yang lain. Tak heran kalau keadaan  TNI seperti, terutama yang muda-muda, para prajuritnya terkadang melepaskan katarsisnya kepada saudara mudanya yaitu polisi. Mengurung TNI hanya di barak dan hanya membolehkan keluar saat di BKO kan amat mengerdilkan insitusi besar dengan energi besar ini.