Oleh:
Perkembangan
teknologi telah mengubah dunia. Dulu tak ada orang membayangkan, dunia yang begitu luas
akan menjadi desa global (global village). Tahun 1964 ketika Marshall Mc
Luhan mengemukakan konsep barunya itu dalam buku Understanding Media, banyak
orang yang sulit mengerti konsepsi global village tadi. Tapi sekarang,
globalisasi memang benar-benar kenyataan. Penduduk Dunia saling berhubungan semakin
erat hampir di semua aspek kehidupan. Dari bertukar informasi, budaya,
perdagangan, investasi, pariwisata, hingga persoalan pribadi, ataupun aspek
kehidupan lain.
Semakin
nyata perkembangan teknologi komunikasi secara signifikan berimbas ke berbagai
sektor, salah satunya dunia perdagangan. Sekarang perdagangan global mengalami
peningkatan yang amat signifikan seiring perkembangan teknologi komunikasi.
Sebagai ilustrasi, selama 1973 hingga 1995 telah terjadi lonjakan besar volume
perdagangan dunia. Bagi negara berkembang misalnya, pada tahun itu perdagangan
barang melonjak dari 6,6% menjadi 24,7%. Tapi yang lebih fantastis terjadi pada
perdagangan valuta asing di dunia. Dari 1 milyar US perhari menjadi 1,2 trilyun
US perhari (Craft, 2000). Sekarang omzet pasar uang dunia berlipat-lipat
jauh lebih besar dari perdagangan ekspor impor barang. Tahun 1986 saja sudah 25
kali lipat dari perdagangan barang. Tahun 2000 diperkirakan sudah melebihi 100
kali lipat. Begitu pula jika diperbandingkan dengan dana yang dimiliki oleh
lima Bank Sentral terbesar di dunia (Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang
dan Swiss). Pelaku pasar uang memiliki dana dua kali lebih besar dibanding
cadangan devisa lima bank sentral itu (I Wibowo, Kompas, 3 Mei, 2002). Jadinya
kondisi ekonomi dunia sekarang ini amat rapuh dipengaruhi oleh perilaku
kapitalis pelaku pasar uang. Atau secara konseptual, the power of capital telah
jauh melampaui the power of state dalam perekonomian global saat ini
(Keliat, 1997, 25).
Banyak kajian menunjukkan,
seringnya krisis ekonomi melanda berbagai negara di dunia akhir-akhir ini
(Indonesia, Argentina, Kolombia yang terparah) dikarenakan liberalisasi
ekonomi, khususnya perkembangan pasar modal dan pasar uang (Sachs &
Radelet, 1998). Itu semua terjadi salah satunya karena perkembangan teknologi
komunikasi yang semakin canggih. Dengan komunikasi dan informasi, pelaku pasar
uang atau investor dapat memainkan peran globalnya secara meyakinkan, cepat dan
efisien. Itulah yang oleh Kenichi Ohmae dalam The End of The Nation State,
The Rise of Regional Economies (1995) dikatakan sebagai perubahan besar
dunia, dari perekonomian barang ke perekonomian informasi yang tidak lagi
mengenal batas negara.
William Greider dalam buku One
World, Ready or Not, The Manic Logic of Global Capitalism (1999),
menunjukkan peran teknologi informasi dalam perdagangan uang global. Dewasa ini
betapa mudahnya uang berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya lewat
gagang telepon atau internet. Uang tak lagi sekadar alat tukar, tapi sudah
menjadi barang dagangan, sebagaimana barang di pasar. Yang dijual bukan berupa
lembaran-lembaran atau pecahan, melainkan dalam bentuk bonds, stocks,
commercial notes, dan sebagainya.
Para pelaku pasar uang dunia
yang berpusat di New York, London dan Tokyo, dalam sebuah transaksi, sekali
pencet tombol atau cursor, bisa bertransaksi lebih dari 100 juta dolar.
Seperti yang dilakukan Rob Johnson, George Sorros, ataupun teman-teman
seprofesinya. Dalam hitungan jam, bahkan menit berbagai peristiwa ekonomi, politik
maupun sosial yang terjadi di dunia mereka pantau dan menjadi dasar analisis
transaksi mereka.
Reaksi-reaksi terhadap berita
pergeseran kebijakan, data mingguan situasi finansial dan ekonomi berbagai
negara, bahkan berita yang tidak terkait dengan ekonomi (sunspot), dapat
tersebar alam hitungan menit bahkan detik telah menyebabkan terjadinya aliran
modal ataupun investasi yang masif antarmata uang di dunia.
George Soros dan pedagang “uang”
lainnya konon sedunia jumlahnya tak lebih 200 ribu orang, di dalamnya ada 425
bilyuner, yang 274 di antaranya dari Amerika Serikat. Makanya pusat perdagangan
uang terbesar juga ada di negeri Paman Sam ini. Aktivitas mereka begitu dahsyat
mempengaruhi kehidupan ratusan juta manusia, dan kebangkrutan banyak negara. Kesemua
permainan spekulasi mereka dilakukan atas dasar informasi, rumor dan
analisisnya. Yang perlu dicatat di sini para pelaku pasar uang itu bekerja
berdasarkan insting akumulasi kapital atau demi keuntungan semata. Tak ada
nasionalisme, ataupun rasa kebangsaan bagi mereka. Investasi adalah sebuah
pekerjaan sekaligus permainan yang tidak berkait dengan dari mana asal
negaranya. Bisa saja suatu saat ia menanamkan sahamnya di negara mereka
sendiri, tapi tatkala merasa terancam rugi, maka serta merta mereka akan
memindahkannya ke negara lain yang lebih aman dan menguntungkan. Inilah yang
dalam istilah ekonomi dikenal dengan teori Flying
Geese, angsa terbang, dimana para investor itu tak ubahnya angsa yang
terbang kesana kemari mencari tempat yang paling menyenangkan dan aman menurut
dirinya.
1. Rumor Dan Informasi
Ada lagi kajian yang menunjukkan
bahwa sekarang ini penggerak dunia investasi tidak lagi informasi, melainkan
rumor atau isu (Widoatmojo, Kompas 23 Agustus 2002). Penyebabnya karena tidak
tersedianya cukup informasi setiap saat. Padahal sesuai paradigma baru ekonomi,
investasi di pasar modal merupakan sumber pendapatan utama bagi para investor
pelaku pasar. Investasi di pasar modal dan pasar uang tersebut harus dinamis,
harus bergerak setiap saat agar ada transaksi, dan ada keuntungan. Untuk itu
diperlukan motor, yaitu rumor atau desas-desus. Yang terjadi sekarang ini,
berbagai kalangan “memproduksi” rumor sendiri, dengan mendramatisir suatu
peristiwa, atau membuat analisis yang “menakutkan”, tujuannya supaya ada
gerakan melepas dan membeli saham dan valas. Inilah yang sering disebut insider
trading (Widiatmodjo, Kompas, 23 Agustus 2002).
Begitulah yang pernah dilakukan
George Soros ketika menghajar mata uang Inggris pada hari Black Wednesday tahun
1992. Ataupun juga tahun 1995 tatkala mengguncang ekonomi Mexico, dan tahun
1997 saat menghantam mata uang dan saham kawasan Asia. Yang salah satu
korbannya, Indonesia. Jadi sekarang ini rumor dan informasi acapkali bercampur
di dunia pasar uang, dengan maksud dan tujuan tertentu.
Munculnya rumor baik itu
yang berkaitan dengan kondisi politik, ekonomi, maupun persoalan sosial, tidak
hanya muncul dan berpengaruh terhadap perdagangan uang, tapi juga berbagai
aspek lain. Pariwisata, maupun direct investment–pun amat terpengaruh
oleh keberadaan berbagai rumor
sumbang tentang suatu negara. Rumor
tentang sebuah penyakit menular di Bali tahun 1990-an, serta merta memunculkan
larangan traveling ke Indonesia oleh
Pemerintah Jepang pada warganya. Rumor bahaya terorisme pasca bom Bali juga
memunculkan Travel warning dari beberapa negara, sehingga menyebabkan banyak
calon wisatawan asing tak berani datang ke negeri ini. Rumor akan rusuhnya
sidang tahunan MPR tahun 2002 yang lalu pun sempat memerosotkan nilai rupiah dan
saham-saham perusahaan Indonesia.
Bahkan beberapa ekspatriat was-was berada di Jakarta. Itulah contoh-contoh dampak rumor.
Rumor atau desas-desus, atau
kalau menurut orang awam disebut isu, sebenarnya muncul melalui beberapa
kemungkinan. Pertama ada rumor yang terjadi karena memang diciptakan oleh orang
atau kelompok orang tertentu dengan tujuan tertentu pula. Biasanya rumor yang
demikian dilepas dengan tujuan memperoleh keuntungan finansial, atau tujuan
politis untuk menjelekkan lawan politik hingga menjatuhkannya. Intentional
rumor ini kalau sudah dikemukakan dia akan bergerak mengikuti proses
komunikasi, diinterpretasi oleh penerima kemudian disampaikan pada yang lain.
Pada tahapan berikut terjadi proses interpretasi ulang dan kemudian disampaikan
lagi, terus diterima dan terjadi interpretasi lagi, sampai terjadi interpretasi
berkali-kali oleh orang banyak, sesuai dengan jumlah yang terlibat jaringan
komunikasi yang dilalui. Karena itu ujung-ujungnya, rumor yang berkembang bisa
berbeda jauh dengan awal rumor ketika dilepaskan oleh sumbernya. Bahkan si
pelepas rumor-pun tak bisa mengontrol jalannya rumor maupun isinya ketika ia
sudah menyampaikannya ke publik.
Bentuk intentional rumor inilah
yang banyak terjadi dalam aktivitas money trading, bisnis pariwisata,
maupun dalam percaturan politik, termasuk di tingkat internasional. Rumor bisa
berkembang karena kebutuhan yang tinggi terhadap informasi, namun tidak
semuanya tersedia.
Bentuk yang kedua adalah unintentional
rumor, atau isu yang terjadi secara tidak sengaja. Lagi-lagi ini karena
kurangnya ketersediaan informasi yang cukup. Yang ada hanyalah premateur
facts, informasi tentang fakta-fata yang tidak atau belum lengkap, padahal
orang amat membutuhkan kelengkapan informasi tersebut. Maka terjadilah
interpretasi untuk melengkapi atau menggabungkan berbagai informasi fakta yang
terpisah ini menjadi informasi baru yang lebih lengkap. Hasil interpretasi itu
acapkali dianggap sebagai sebuah informasi baru atau fakta baru yang sebenarnya
belum tentu benar. Nah, proses interpretasi untuk melengkapi fakta –fakta yang
masih prematur itulah awal mula terjadinya unintentional rumor.
Betul-betul menjadi rumor ketika disampaikan pada orang lain, dan mengalami
serangkaian interpretasi oleh orang-orang yang membicarakannya, itulah rumor
yang muncul tak disengaja.
Rumor yang demikian sering
terjadi karena iklim ketertutupan atas informasi yang ada, atau ketidakpahaman
dan kurangnya keprofesionalan para pelaku komunikasi pada tuntutan informasi
yang begitu tinggi. Karena tuntutan informasi tidak terpenuhi terjadilah
pelengkapan secara interpretatif yang terkadang dipengaruhi oleh semangat prejudice pelaku komunikasi.
Namun ada juga rumor yang muncul
karena ada orang yang mengetahui informasi kebenaran, sedangkan di luar tidak
ada yang tahu. Kemudian orang yang mengetahui fakta itu, melepaskan informasi
untuk menegakkan kebenaran tadi. Hanya saja iklim komunikasi yang tidak
demokratis mengharuskan nara sumber sembunyi-sembunyi. Akibatnya karena tak
jelas sumbernya, berkembanglah menjadi rumor, yang tidak jelas dan sulit
dikonfirmasi.
Di berbagai
negara asing di luar negeri, sedikitnya ketersediaan informasi tentang
Indonesia menjadikan potensial munculnya rumor-rumor seperti contoh di atas.
Dewasa ini memang era globalisasi, tapi tetap saja informasi lebih banyak dari
negara maju. Informasi dari negara berkembang seperti Indonesia di tataran
internasional amatlah sedikit, padahal jelas-jelas hal itu akan memunculkan
bias komunikasi dan suburnya rumor tentang Indonesia.
Media massa
sebagai penyedia informasi bagi berbagai kalangan juga sering terlibat dan
mempunyai kontribusi terhadap pemunculan rumor. Terutama jika media hanya
sedikit memberikan informasi terhadap suatu persoalan. Atau media sendiri
melandaskan informasinya dari sumber yang salah. Terlebih lagi jika informasi
yang disampaikan selain tak lengkap juga hanya dari aspek negatif, sehingga
mendorong orang untuk menginterpretasi terhadap isi media tadi, dan hasil
interpretasi itulah yang nantinya menjadi rumor.
Selain
maraknya rumor, pentingnya ketersediaan informasi bagi perdagangan uang juga
dapat dilihat dari fenomena perkembangan kantor berita. Salah satunya adalah Reuters,
kantor berita ini menurut catatan tahun 1994 telah mengantongi pemasukan
dari penyediaan informasi pada para pelaku pasar uang jauh melebihi pendapatan
klasiknya sebagai pemasok berita untuk media massa. Pendapatan sebagai pemasok
berita tahun itu hanya 27%. Sedang dari bisnis informasi di Money trading
73%. Itu berarti kiprah Reuters melalui unit usahanya Globex yang
bekerjasama dengan Chicago Mercantile Exchange dan Marche e Tenne
International De France lebih banyak melayani pasar uang dunia dibanding
pemasok berita untuk media massa. Dan aktivitas kantor-kantor berita
internasional, juga media-media global seperti itu amat signifikan mempengaruhi
fluktuasi nilai uang dan saham dunia.
Paul
Omerod, ekonom lulusan Cambridge dan Oxford yang pernah menulis buku ekonomi
terlaris The Death of Economics (1994) dan Buterfly Economics (1998),
mengungkapkan sudah tidak sesuainya ilmu ekonomi standard dengan perkembangan
jaman. Menurut Omerod, di dalam teori ekonomi standard, diasumsikan setiap
orang memiliki akses informasi yang sama, dan semuanya tahu apapun juga.
Faktanya tidak demikian. Tidak semua orang pada saat bersamaan, tahu secara
lengkap banyak hal. Ketika IMF mengatakan perekonomian Thailand baik-baik saja,
mungkin ada yang bisa dibuat percaya. Akan tetapi ada sekelompok orang lewat
jaringan informasinya sendiri, tahu bahwa ada sebuah bank yang diambang
kebangkrutan. Walau secara makro keadaan ekonomi kuat, tapi perekonomian bisa
dibuat ambruk oleh sekelompok kecil itu. Itu bisa terjadi jika kelompok kecil
yang tahu informasi tadi melakukan penjualan saham dari perusahaan yang mereka
ketahui akan bangkrut. Jika hal itu dilihat orang lain, maka orang lainpun akan
bisa dibuat melakukan langkah serupa. Rentetan gerakan seperti itu akan
melahirkan bencana seperti yang terjadi pada krisis keuangan Thailand, dan
diikuti investor serupa di Indonesia, Korea Selatan dan negara lainnya (Kompas
8 September 2002 Hal 4).
Di pasar
saham dan uang demikian pula. Membeli (buy) atau menjual (sell)
saham, bukan semata karena nilai saham perusahaan itu masih berharga atau akan
ambruk. Ada sejumlah warga masyarakat yang asyik mengikuti langkah orang lain,
yang dikenal maupun tak dikenal. Bisa terjadi rentetan buy, buy, … buy.
Begitu satu kelompok berteriak “Buy!” atau aksi sell. Jika bursa
di New York anjlok atau naik, dalam hitungan jam bursa dunia turut anjlok
drastis dalam seketika. Itu fakta dan terjadi, kata Omerod. (Kompas, 23
September). Ironisnya naik turunnya harga saham tidak selalu ada kaitannya
dengan kinerja keuangan perusahaan yang bagus. Semuanya diawali dengan
pemilikan informasi oleh kelompok kecil, kemudian aksi mereka menular pada
pelaku lain.
Kondisi-kondisi
seperti di atas mendorong kesadaran pentingnya informasi global, serta menuntut
antisipasi pemerintahan di manapun untuk tidak semata-mata menjadi obyek
globalisasi. Langkah-langkah antisipatif lembaga-lembaga pemerintahan menjadi
mutlak diperlukan. Baik untuk menangkal rumor, maupun menyampaikan informasi
yang memadahi, obyektif dan akurat mengenai kinerja pemerintah dan kondisi
negaranya.
2. International Public Relations
Dewasa ini pemerintah berbagai
negara tidak cukup hanya bekerja membangun dan menata ekonominya. Mereka
dituntut pula mengkomunikasikan apa yang telah mereka lakukan, serta mengelola
informasi tentang kondisi riil negaranya, supaya tidak terjadi bias di tataran
informasi global. Berarti pemerintahan modern dengan jajaran birokrasinya, para
pengambil keputusan dituntut being local while thinking and acting globally,
sekaligus mampu melakukan komunikasi internasional dengan prinsip-prinsp public
relations (Heath, 2001: 626).
Frank Jefkins dalam Essential
of Public Relations (1999) mengatakan, negara di era globalisasi harus
mampu melakukan international public relations. Yaitu antisipatif
terhadap berbagai informasi dan citra negara tersebut di tengah eksistensinya
di antara negara lain. Mereka harus proaktif, dan memperhatikan sistem arus
informasi negara lain, terutama yang menjadi stakeholdersnya. Bahkan
menurut Maureen Taylor, public relations dan public diplomacy sudah
menjadi proses yang konvergen, yang menyatu karena tujuannya serupa, dengan
menggunakan sarana yang serupa pula (Heath, 2001:.631).
Konvergensi public
diplomacy dan public relations mensyaratkan bahwa semua komponen
bangsa terutama pemerintah harus berpikir jauh ke depan, dan menyadari semua
aspek itu saling berkait. Karenanya para pejabat nasional ketika memutuskan
suatu kebijakan, harus senantiasa memperhitungkan kepentingan dan implikasi
internasionalnya. Termasuk memperhitungkan bagaimana informasi kebijakan itu
tersebar secara akurat pada publik nasional dan internasional.
Sementara bagi kalangan
diplomat, dituntut harus senantiasa mengikuti secara seksama berbagai
perkembangan di dalam negeri negaranya. Mereka harus memiliki informasi yang
cukup, akurat, dan obyektiv, serta dengan berbagai bukti dan alasan yang
meyakinkan. Selanjutnya para diplomat juga harus bisa berfungsi sebagai public
relations untuk negaranya di tempat di mana dia berada. Itulah yang disebut
sebagai total diplomacy, bahwa seluruh potensi bangsa harus bekerja secara
sinergis untuk mengangkat citra di dunia internasional, sekaligus memperolaeh
keuntungan dari pergaulan internasional yang dilakukan.
Karena itu diplomat-diplomat
negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan negara maju lain,
senantiasa mempunyai kemampuan public relations yang handal. Bukan saja
mampu membangun relasi yang baik terhadap media massa, masyarakat ,dan elite. Tapi juga amat handal membangun
citra negaranya, sekaligus memantau berbagai peristiwa dengan analisisnya yang
mereka laporkan secara daily basis ke negaranya. Mereka juga selalu
membuat perencanaan dan koordinasi untuk meredam berbagai isu yang tidak
menguntungkan.
Mereka yakin, di era yang disebut sebagai imagologi citra-lah
yang menentukkan sikap, opini maupun perilaku terhadap sesuatu obyek. Suatu
rumor atau informasi yang salah tidak sesuai fakta, jika terlanjur beredar
dalam sistem informasi internasional, akan mempunyai dampak yang signifikan
terhadap kurs mata uang, indeks harga saham, maupun aliran investasi, hingga
kehadiran wisatawan. Itulah mengapa exporting public relations menjadi
begitu penting pada jaman yang menurut Wilson Bryan Key (1997) disebut sebagai The
age of Manipulation ini.
Masalahnya
sudah siapkah para diplomat, elite dan birokrasi Indonesia mengantisipasi semua
itu? Yang jelas melakukan government public relations (GPR) harus
dilakukan dalam dua dimensi, yaitu nasional dan internasional. Artinya untuk
menghadapi kebebasan informasi dan globalisasi, suatu pemerintah harus memiliki
manajemen yang jelas dalam mengelola informasi, baik di dalam negeri, maupun di
luar negeri. Manajemen informasi dengan GPR di dalam negeri amat penting,
mengingat berbagai informasi yang tersebar di mana-mana termasuk ke luar
negeri, sumbernya lebih banyak berasal dari dalam negeri. Awal dari berbagai
persoalan yang ada di luar negeri pada mulanya lebih banyak berasal dari
persoalan di dalam negeri. Makanya perbaikan sistem pelayanan informasinya pun,
harus diawali pelayanan informasi di dalam negeri terlebih dahulu. Baru setelah
itu pelayanan informasi di luar negeri.
3. Government Public Relations
Sebuah
contoh teoritik tentang government public relations yang diterapkan
secara empiris bisa dilihat dan pelajari dari apa yang sudah dilakukan negara
maju seperti Amerika Serikat. Sebagaimana ditulis oleh Marguerite H. Sullivan,
mantan public relations presiden Bush dalam buku A Responsible Press
Office, An Insider’s Guide (2002), menunjukkan begitu pentingnya peran
Kantor Penerangan dan Juru Bicara Pemerintah negara itu di era kebebasan
informasi seperti sekarang ini.
“A popular government without
popular information or the means of acquiring it is but prologue to a farce or
tragedy or perhaps both”. Prenatal president James Madison 1822 tadi menjadi dasar
pemikiran pentingnya informasi yang tersebar dengan sarana yang memadai bagi
pemerintahan yang populair, tanpa itu hanya akan menjadi lelucon atau tragedi,
atau malah keduanya. Begitu pula ucapan Presiden Abraham Lincoln tahun 1864 “ Let
the people know the facts, and the country will be safe. Mereka bicara
tentang bagaimana demokrasi seharusnya berjalan, dan itulah dasar sebuah
pemerintahan yang baik.
Pemerintah Amerika Serikat
menerapkan kebebasan informasi bersamaan dengan government public relations
yang baik secara bersama-sama. Menurut Sullivan, pemerintah yang baik hanya
bisa terjadi bila mereka mengambil keputusan berdasarkan informasi yang
memadahi serta membuat penilaian yang independen. Hal demikian hanya bisa
dicapai bila mereka memiliki informasi yang faktual dan terpercaya. Dan itu
hanya bisa didapat dari pers yang bebas, yang berfungsi sebagai watchdog
masyarakat atas pemerintah (Sullivan, 2002: 7). Dalam negara yang menjamin
kebebasan pers dan informasi, pemerintahannya pun harus siap terhadap keadaan
itu. Nah, disinilah peran dinas informasi pemerintah, sebagai pusat komunikasi
dengan publik. Peran dinas informasi pemerintah adalah menjelaskan dampak
program dan kebijakan pemerintah terhadap warganya. Institusi ini menyampaikan
urusan dan rencana resmi pemerintah pada masyarakat sehingga mereka bisa
memahami bagaimana berbagai masalah itu mempengaruhi kehidupan mereka.
“Pemerintah mempunyai begitu
banyak informasi sehingga mereka perlu cara efektif untuk menyampaikannya pada
publik, dan disinilah juru bicara pemerintah berperan” ujar Mike Mc Curry,
Mantan juru Bicara Presiden Bill Clinton. “Juru bicara berfungsi layaknya
reporter yang bekerja di dalam institusi pemerintah mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin untuk disebarkan ke masyarakat” (Sullivan, 2002: 8).
Secara teoretik Government public Relations,
atau Humas pemerintah sebagai mana ditunjukkan dalam kerja dinas Informasi
pemerintah AS, mempunyai peran ganda. Saat berurusan dengan media, mereka harus
mendukung posisi pemerintah, menjelaskan manfaat langkah-langkah yang diambil
pemerintah. Meralat informasi yang keliru serta berusaha serta berusaha
menjelaskan sedemikian rupa informasi yang ada sehingga mudah dipahami. Di sisi
lain mereka juga harus mendukung media, menyalurkan keperluan reporter untuk,
misalnnya meliput berita tentang topik yang mungkin belum siap untuk dibahas
oleh para pejabat. Dalam beberapa hal, seorang juru bicara tak jarang melakukan
tugas seorang reporter, mengumpulkan informasi untuk pers dan menerjemahkan
ucapan para pakar pemerintah ke media.
Salah satu kunci keberhasilan mewujudkan citra yang
baik suatu pemerintahan maupun negara harus di mulai di dalam negeri terlebih
dahulu. Keadaan dalam negeri yang baik, kemudian didukung oleh manajemen public
relations yang baik pula, pasti akan berimbas pada penerimaan informasi
yang memadai. Jika informasi itu cukup, maka publik dimanapun akan memiliki
opini tentang realitas itu secara baik pula. Tapi jika publik tidak memiliki
informasi yang cukup, mereka cenderung berpikir secara salah, dan emosional
(Cutlip & Center, 2000: 236).
Karena itu tugas terpenting humas adalah memberikan
informasi yang cukup sesuai kebutuhan publik. Pekerjaan humas bukan untuk
memaksa publik memikirkan hal tertentu saja, what to think about seperti
dalam propaganda. Tapi humas lebih menekankan kerjanya pada how to think
about, bagaimana publik seharusnya berpikir, atau berkaitan dengan kualitas
hasil pemikiran. Sebab itu keterbukaan, kelengkapan dan kejujuran serta jiwa
besar untuk mengakui kesalahan dan bersedia melakukan perbaikan ke dalam amat
penting untuk public relations dalam manajemen. Sebagaimana dikemukakan
oleh Courtland L. Bovee dan John V. Thill “ Do tell the whole strory,
opently, completely, and honestly, if you are at foult opologize ( Bovee
& Thill, 1995 : 14).
Jadi di sini jelas, bahwa menciptakan citra yang
baik, dimulai dengan kerja keras melakukan perbaikan ke dalam. Jika ini sudah
dilakukan (walaupun mungkin masih ada kelamahan di sana sini), keseriusan dan
komitmen yang sudah ditunjukkan dengan kerja keras itu dimanej dalam sistem
pelayanan informasi di dalam maupun di luar negeri.
Pemerintah Amerika Serikat
yang modern dan demokratis, telah lama menerapkan manajemen goverment public
relations secara profesional. Mereka memiliki Dinas Penerangan atau Press
Officer, yang juga bertindak sebagai juru bicara (spokeperson)
pemerintah. Tiap departemen memiliki press officer yang berada di bawah
kooordinasi Press officer Gedung Putih (Kepresidenan). Press officer ini
memiliki akses langsung pada pejabat yang mereka wakili, memahami prinsip
pejabat tersebut dan dapat langsung berhubungan tanpa melalui staf lain dalam
keadaan apapun. Menurut Sullivan “ The spokesperson’s job
requires balancing many relationships with government officials, with other top
level government staff, with the press, and with the permanent bureaucracy” (Sullivan,
2002 : 13).
Keberadaan press officer ataupun spokeperson
dalam konteks PR pemerintah amatlah penting. Mereka merupakan pejabat
sekaligus dinas yang bertanggung jawab mengumpulkan informasi secara lengkap
tentang berbagai isu yang akan di bahas dan disampaikan pada publik. Mereka
berfungsi melakukan koordinasi sehingga semua komponen pemerintahan memiliki
informasi yang cukup, rasional, dan jujur, serta menghindari munculnnya
pernyataan yang saling bertentangan (conflicting statements).
Koordinasi informasi ini merupakan tugas dan
wewenang yang paling penting bagi dinas penerangan pemerintah Amerika, tidak
saja dengan departemen-departemen, tapi sampai pada kantor gubernur dan
perwakilan pemerintah Amerika di luar negeri (Sullivan, 2002 Hal: 12).
Kordinasi ini menyangkut banyak hal, dari persoalan materi kebijakan pemerintah
yang dibahas, penentuan siapa yang berwenang memberikan keterangan pers, apakah
harus ada konsultasi terlebih dahulu dengan pejabat terkait, sampai bentuk
penyampaian informasinya. “Tanpa kordinasi, semuanya tak akan berjalan lancar,”
ujar Susan King, mantan Asisstant Secretary for Public Affairs for U.S.
Departements of Labor and Housing and Urban Development. Menurutnya yang
akan terjadi “setiap orang seolah merasa perlu untuk berbicara dengan mengatas
namakan atasannya”.
Kordinasi merupakan kunci sebagian besar dinas
informasi pemerintah AS. Di Departemen Keuangan misalnya, kantor Humas Menteri
Keuangan tiap minggu mengadakan pembicaraan telepon dengan kantor-kantor humas
cabangnya berdasarkan topik yang dibahas. Jika yang dibahas penegakan hukum,
maka yang terlibat pembicaraan adalah lima kantor penegakan hukum Keuangan AS.
Dengan pembicaraan telepon ini, mereka dapat mengatur dan mengawasi isu-isu
komunikasi penting yang muncul. Mereka juga bisa memiliki sistem respon yang
cepat, kantor cabang dapat segera memberitahu kantor pusat bila muncul isu
kontroversial.
Salah satu prasarat penting bagi petugas informasi
atau penerangan pemerintah adalah harus memiliki kredibilitas. Dalam Bukunya The
Government/Press Connection (1998), Stephen Hess menulis, bahwa petugas
informasi harus berstamina tinggi, punya rasa ingin tahu, ingin membantu, kuat
ingatannya, sopan, tenang, mengerti psikologi, mampu memperhitungkan dan
menangani sesuatu secara mendetail. Mampu mempelajari fakta secara cepat dan
dapat menangani hal-hal tak terduga, menjalankan tugas secara simultan, sanggup
menerima interupsi terus menerus, dan bisa beraksi cepat. Mereka juga harus
obyektif dengan wartawan, tak boleh menganakemaskan siapapun. Dan yang paling
penting, harus memiliki etika dan integritas tinggi (Hess, 1998).
Sementara Sheila Teite, Mantan Sekretaris Pers
mengatakan “Urusan media pemerintah takkan berjalan bila juru bicaranya tak
dipercaya pers atau berada di luar jalur informasi dalam pemerintahan itu
sendiri. Sedangkan Dee Dee Mayers, mantan juru bicara presiden Clinton mengatakan “Walau
pekerjaan ini kadang menjengkelkan, sulit dan membuat frustrasi, kita wajib
membantu pers untuk mendapatkan berita yang benar. Itulah inti demokrasi”
(Sullivan, 2002 : 15).
Di Amerika Serikat rapat reguler antara juru bicara
dengan rekan-rekannya di pemerintahan yang tak berhubungan dengan pers, serta
antara juru bicara dengan staf penerangan pemerintah, biasanya berlangsung tiap
hari, tak jarang beberapa kali sehari. Rapat ini sangat penting untuk
menciptakan operasional yang lancar, yaitu saling membagi informasi,
mengantisipasi berita dan melakukan persiapan untuk menanganinya. Berita yang diantisipasi itu tentu saja berita dari dalam
maupun luar negeri.
Dengan asumsi wartawan itu
begitu sibuk, da harus meliput banyak peristiwa, maka memberikan informasi
dalam bentuk tertulis juga diperlukan agar membantu meringankan kerja
jurnalistik mereka, disamping wawancara langsung. Membuat ringkasan materi dan
membagikannya dalam bentuk tertulis atau online,
berarti tidak mengandalkan kesediaan orang lain untuk mendengarkan pidato atau
pernyataan dengan seksama. Dan itu juga membuat juru bicara punya kesempatan
untuk mengulang pokok-pokok yang terpenting, ujar Meyers.
4. Layanan Informasi Untuk Publik
Ada beberapa bentuk komunikasi
yang disediakan untuk pelayanan informasi untuk wartawan cetak, elektronik,
maupun cyber media, juga termasuk masyarakat secara langsung. Bentuknya antara
lain: Siaran pers (press release), pemberitahuan kepada media (media
advisory), lembaran fakta atau latar belakang (fact sheet or
backgrounder), gambar (visual), biografi, daftar pakar, media kit,
daftar pertanyaan, pitch letter, siaran berita audio maupun visual, jalur
telepon, konferensi ppers, wawancara, rapat dengan redaksi, rapat off the
record, artikel untuk opini, naskah p[idato, tur untuk media, feature,
internet, email, dan photo ops. Kesemuanya disediakan untuk membantu
mempermudah kerja kalangan wartawan, dan masyarakat yang membutuhkan informasi.
Kenapa public relations dengan
media dan masyarakat di dalam negeri menjadi amat penting? Karena hampir
sebagian besar isu kontroversi itu di mulai atau berkait dengan kebijakan
pemerintah di dalam negeri. Publik di luar negeri mengetahui berbagai hal itu
lebih banyak berasal dari agen-agen informasi modern, baik itu media massa,
kantor berita, ataupun cyber media di internet. Diplomat
sebagai “an honest man sent abroad to lie for his country” seperti yang
dikemukakan Sir Henry Wotton pada abad XVII sudah tidak tepat lagi. Globalisasi telah merubah cara pandang penyebaran
informasi di luar negeri. Apakah publik di luar negeri akan percaya dengan
perkataan seorang diplomat, sementara CNN menyiarkan berita yang amat kontras
dengan perkataan itu?
Sekarang ini politik di luar
negeri, maupun penyebaran informasi internasional mengenai suatu negara
merupakan perpanjangan dari kondisi dan penyebaran informasi di dalam negeri.
Sehebat apapun diplomat dan juru warta di luar negeri, kalau kondisi dalam
negeri dan sistem informasinya tidak memadahi, niscaya penyebaran informasi di
luar negeripun akan banyak yang mengalami distrorsi. Karena itu pembenahan dan
pembangunamn sistem di dalam negeri mutlak harus dilakukan terlebih dahulu,
baru kemudian penataan sistem luar negeri secara terintegratif.
Jika keadaan riil semakin
membaik, dan pelayanan informasi di dalam negeri juga berjalan baik, maka opini
publik tentang pemerintah dan negaranya pun cenderung favourable pula.
Opini Publik, yang pada dasarnya kumpulan dari the pictures in people’s
heads senantiasa dipengaruhi oleh realitas simbolik, dan realitas obyektif
sosial. Realitas simbolik adalah gambaran tentang realitas yang ada di dunia
simbol, di dunia wacana, di dalam isi media massa, dan perbincangan orang
(Berger, 1979 : 13). Realitas simbolik inilah yang harus digarap oleh public
relations melalui berbagai fungsinya, agar relevan atau tidak bias dari
realitas yang sesungguhnya terjadi (realitas obyektiv). Namun opini publik juga
diwarnai oleh orientasi langsung mereka pada apa yang benar-benar terjadi, yang
mereka lihat dan mereka rasakan, atau dalam istilah Peter Berger disebut
realitas obyektif sosial (Berger, 1979 : 13). Orang senantiasa mempersepsi
sesuatu dari apa yang dia lihat dan rasakan, tapi juga dari apa yang mereka
beroleh dari dari dunia simbol melalui proses komunikasi. Karena komunikasi
menjadi begitu penting pengaruhnya terhadap opini publik.
Jika opini publik di dalam
negeri fovourable, maka ini akan berdampak pula pada opini publik
internasional. Mengingat komunikasi
internasional di era global ini telah memungkinkan munculnya komunikasi baru
yang menembus batas yuridiksi suatu negara (borderless communication).
Sebagaimana kita lihat, komunikasi internasional telah dipenuhi oleh bentuk
komunikasi baru melalui penggunaan internet, e-mail, cyber media, VOIP, Blog, telepon internasional, migrasi
penduduk, pertukaran pelajar, perusahaan multi nasional, jaringan NGO
internasional, dan lain lain. Yang kesemuanya itu mempunyai potensi melakukan informal
contact, yang bisa menyebarkan informasi tentang kondisi suatu negara
menurut persepsi mereka.
Lalu bagaimana jadinya jika
persepsi dan opini mereka tentang negaranya itu buruk, kemudian mereka sampaikan
pada relasinya di berbagai negara, bukankah ini menjadi informal public
relations yang negatif, yang kekuatannya bisa mengalahkan formal public
relations yang dilakukan kantor-kantor resmi? Karena itu tidak-bisa tidak,
kerja keras perbaikan berbagai hal di dalam negeri dan peningkatan pelayanan
informasi di dalam negeri amatlah penting, sebelum ke langkah berikutnya untuk
pelayanan informasi luar negeri.
Di departemen luar negeri
Amerika Serikat, wakil menteri untuk public diplomacy and public affair,
mengepalai devisi humas media dan komunikasi. Di bawah ini ada asisten menteri
untuk hubungan masyarakat, yang berbicara atas nama menteri luar negeri dan
mengawasi lima kantor dan mengkordinasikan bagian public affairs di
semua Kedutaan Besar Amerika Serikat di berbagai negara.
Public affairs di Departemen Luar Negeri di Washington, tiap hari
menyiarkan latar belakang materi, tuntunan media, dan tanya jawab yang bisa
digunakan asisten menteri sebelum ia memberikan briefing harian di depan
pers. Mereka membuat jadwal wawancara dengan berbagai media yang dilangsungkan
di seluruh AS untuk para pejabat Deplu. Juga mengatur jadwal rapat dan pidato
dan persiapan untuk menyambut para tamu dari luar negeri.
Untuk pelayanan ke luar
negeri, mereka juga mengurus situs Deplu untuk disebarkan di dalam maupun di
luar negeri. Menyiapkan digital video
conferencing serta memproduksi siaran televisi interaktif melalui satelit. Untuk
penyebaran informasi di luar negeri, Deplu dibantu oleh lembaga pemerintah yang
bernama USIA (United State Information Agency). Lembaga ini
mengkordinasikan penyebaran informasi internasional dan pendidikan. Tahun 2000
ada 200 tempat lebih cabang USIA di luar negeri, yang disebut dengan USIS (United
State Information Service) tersebar di 140 negara. Lembaga ini kerjaannya
memantau opini publik luar negeri dan menyajikan analisisnya serta umpan balik
untuk pemerintah Federal Amerika.
USIA merupakan lembaga
pelayanan informasi luar negeri yang independen dimana kerja mereka dilaporkan
langsung kepada presiden. Di tiap kantor kedutaan Amerika Serikat, operasional
USIS berada di bawah pejabat yang menangani public affairs. Sekarang
lembaga ini mengoperasikan Worldnet, pelayanan televisi satelit 24 jam, dan
berbagai pelayanan informasi dan program lain (Cutlip, Center, and Broom, 2000
: 493).
USIS bertugas menasehati Duta besar dan diplomat
lain dalam hubungannya dengan penanganan isu-isu public relations yang
berpengaruh terhadap kebijakan dan kepentingan AS serta hubungan diplomatik
dengan negara dimana kantor itu berada . Mantan Persiden AS Jimmy Carter
mengatakan “Peranan
USIA adalah membangun dua jembatan saling pengertian antara warga negara
Amerika Serikat dengan warga negara lain di seluruh dunia”
(Cutlip, Center, & Broom, 2000: 493). USIA bertanggung jawab untuk
meluruskan informasi dan melakukan counter terhadap propaganda yang
bertentangan dengan realitas. Jadi lembaga ini dituntut menyajikan gambaran
yang menyeluruh dan apa adanya (a full and fair picture) tentang Amerika
Serikat. Dengan demikian diharapkan bangsa lain dapat memahami motif dan tujuan
kebijakan luar negeri AS.
Ada
dua tujuan utama bagi pemerintah Amerika diadakannya program hubungan
masyarakat di luar negeri: (1) Meng-counter
penyebaran propaganda yang dilakukan oleh musuh Amerika Serikat, sekaligus
Memelihara pengertian yang baik dengan negara sahabat agar mereka memahami
kebijakan Amerika. (2). Memberikan bantuan pengetahuan teknis kepada
negara-negara sedang berkembang (Cutlip, Center & Broom, 2000 : 494).
Ketika pascaserangan teroris
11 September 2001, Amerika serikat akan melakukan “pembalasan” ke jaringan Al Qaeda di
Afganistan. USIA bersama Deparlu (Usinfo State Government)
menerbitkan buku tentang Jaringan Terroris, yang diterjemahkan ke berbagai
bahasa di dunia, khususnya yang mempunyai penduduk mayoritas muslim, termasuk Indonesia.
Buku itu disebarkan ke publik internasional, dan dibagikan pada mereka yang
dianggap sebagai orang-orang aktif atau tokoh-tokoh masyarakat di seluruh
dunia. Isinya tentang makna serangan 11 Sepetember terhadap gedung Twin Tower
(WTC) di New York,
dan apa itu jaringan Terorisme. Dengan membaca buku ini diharapkan orang bisa
menerima alasan mengapa AS menyerang Al Qaeda dengan pemimpinnya Osama Bin
Laden. Buku itu merupakan public relations Amerika Serikat untuk mencari
dukungan dalam “mengakhiri”
terorisme Global dengan cara Amerika Isi dari buku itu selain pemaparan
kejahatan terorisme, justru lebih menyuarakan tokoh-tokoh muslim dunia yang
mengecam tindakan penyerangan terhadap WTC. Dalam hal ini Amerika menggunakan
teknik endorsement dari para tokoh Islam untuk mencari dukungan
internasional atas aksinya melawan Al Qaeda.
Jadi intinya, di negara modern dan demokratis
seperti AS, dalam membangun image di dunia internasional dan mencari
dukungan opini publik, senantiasa dilakukan dengan public relations yang
salah satunya adalah pelayanan informasi. Yang dilakukan bukan saja langsung di
luar negeri, tapi justru di mulai di dalam negeri. Citra sebuah Negara di luar negeri senantiasa
tidak terlepas dari keadaan dalam negerinya. Kemampuan membangun image di luar
negeri sangat bergantung dengan keadaaan
dan pelayanan informasi di dalam negeri. Tapi tidak berarti bahwa apa yang
dilakukan di luar negeri tidak penting, melainkan keduanya harus dilakukan
secara simultan, dan sinergik, dengan keberadaan lembaga yang bertanggung jawab
terhadap manajemen informasi, sehingga menghasilkan outcome yang terbaik.
Untuk
Indonesia, peran yang dimainkan oleh Public Affairs, Pess Officer dan
USIS di Amerika Serikat sebagai bagian dari Government Public Relations bisa
dilakukan oleh Departemen Komunikasi dengan Badan Informasi Publiknya. Sementara
spokespersonnya bisa diperankan oleh Menkominfo, dan juru bicara
kepresidenan, tapi dukungan operasional dan informasinya harus terintergrasi dari
Departemen komunikasi. Jadi, nantinya ada bagian operasional yang melayani
informasi di luar negeri, dan ada pula yang berperan sebagai Humas Pemerintah
di dalam negeri. Tapi tentu saja semua konsep pemikiran tersebut dikaji
terlebih dahulu dengan kondisi riil di lapangan.
Hampir sebagian besar negara maju menempatkan
“komunikasi” sebagai sebuah fenomena yang amat penting. Biasanya mereka
memiliki lembaga yang bertanggung jawab terhadap komunikasi, agar komunikasi
antara rakyat dan pemerintah bisa berjalan lancar, termasuk pula dengan publik
di luar negeri. Lembaga atau Dinas komunikasi bertanggung jawab menyeimbangkan
dua kepentingan yang berbeda antara public’s right to know dengan how
to make favourable image oleh pemerintah.
5.3.1
Sistem Pelayanan Informasi Amerika
Serikat
Pemerintah Amerika Serikat yang modern dan
demokratis, telah lama menerapkan manajemen government public relations secara
profesional. Mereka memiliki Dinas Penerangan atau Press Officer, yang
juga bertindak sebagai juru bicara (spokesperson) pemerintah. Tiap
departemen memiliki press officer yang berada di bawah kooordinasi Press
officer Gedung Putih (Kepresidenan). Press officer ini memiliki
akses langsung pada pejabat yang mereka wakili, memahami prinsip pejabat
tersebut dan dapat langsung berhubungan tanpa melalui staf lain dalam keadaan
apapun.
Keberadaan press officer ataupun spokesperson
dalam konteks PR pemerintah amatlah penting. Mereka merupakan pejabat
sekaligus dinas yang bertanggung jawab mengumpulkan informasi secara lengkap
tentang berbagai isu yang akan dibahas dan disampaikan pada publik. Mereka
berfungsi melakukan koordinasi sehingga semua komponen pemerintahan memiliki
informasi yang cukup, rasional, dan jujur, serta menghindari munculnnya
pernyataan yang saling bertentangan (conflicting statements).
Koordinasi informasi ini merupakan tugas dan
wewenang yang paling penting bagi dinas penerangan pemerintah Amerika, tidak
saja dengan departemen-departemen, tapi sampai pada kantor gubernur dan
perwakilan pemerintah Amerika di luar negeri (Sullivan, 2002 Hal: 12).
Kordinasi ini menyangkut banyak hal, dari persoalan materi kebijakan pemerintah
yang dibahas, penentuan siapa yang berwenang memberikan keterangan pers, apakah
harus ada konsultasi terlebih dahulu dengan pejabat terkait, sampai bentuk
penyampaian informasinya. “Tanpa koordinasi, semuanya tak akan berjalan
lancar,” ujar Susan King, mantan Asisstant Secretary for Public Affairs for
U.S. Departements of Labor and Housing and Urban Development. Menurutnya
yang akan terjadi “setiap orang seolah merasa perlu untuk berbicara dengan
mengatas namakan atasannya”.
Koordinasi merupakan kunci sebagian besar dinas
informasi pemerintah AS. Di Departemen Keuangan misalnya, kantor Humas Menteri
Keuangan tiap minggu mengadakan pembicaraan telepon dengan kantor-kantor humas
cabangnya berdasarkan topik yang dibahas. Jika yang dibahas penegakan hukum,
maka yang terlibat pembicaraan adalah lima kantor penegakan hukum Keuangan AS. Dengan pembicaraan telepon ini, mereka dapat
mengatur dan mengawasi isu-isu komunikasi penting yang muncul. Mereka juga bisa
memiliki sistem respon yang cepat, kantor cabang dapat segera memberitahu
kantor pusat bila muncul isu kontroversial.
Salah satu prasarat penting bagi petugas informasi
atau penerangan pemerintah adalah harus memiliki kredibilitas. Dalam Bukunya The
Government/Press Connection (1998), Stephen Hess menulis, bahwa petugas
informasi harus berstamina tinggi, punya rasa ingin tahu, ingin membantu, kuat
ingatannya, sopan, tenang, mengerti psikologi, mampu memperhitungkan dan
menangani sesuatu secara mendetail. Mampu mempelajari fakta secara cepat dan
dapat menangani hal-hal tak terduga, menjalankan tugas secara simultan, sanggup
menerima interupsi terus menerus, dan bisa beraksi cepat. Mereka juga harus
obyektif dengan wartawan, tak boleh menganakemaskan siapapun. Dan yang paling
penting, harus memiliki etika dan integritas tinggi (Hess, 1998).
Sementara Sheila Teite, Mantan Sekretaris Pers
mengatakan “Urusan media pemerintah takkan berjalan bila juru bicaranya tak
dipercaya pers atau berada di luar jalur informasi dalam pemerintahan itu
sendiri. Sedangkan Dee Dee Mayers, mantan juru bicara presiden Clinton mengatakan “Walau
pekerjaan ini kadang menjengkelkan, sulit dan membuat frustrasi, kita wajib
membantu pers untuk mendapatkan berita yang benar. Itulah inti demokrasi.”
Di Amerika Serikat rapat reguler antara juru bicara
dengan rekan-rekannya di pemerintahan yang tak berhubungan dengan pers, serta
antara juru bicara dengan staf penerangan pemerintah, biasanya berlangsung tiap
hari, tak jarang beberapa kali sehari. Rapat ini sangat penting untuk menciptakan
operasional yang lancar, yaitu saling membagi informasi, mengantisipasi berita
dan melakukan persiapan untuk menanganinya. Berita yang diantisipasi itu tentu saja berita dari dalam
maupun luar negeri.
Dengan asumsi wartawan itu
begitu sibuk, dan harus meliput banyak peristiwa, maka memberikan informasi
dalam bentuk tertulis juga diperlukan agar membantu meringankan kerja
jurnalistik mereka, disamping wawancara langsung. Membuat ringkasan materi dan
membagikannya dalam bentuk tertulis atau online, berarti tidak mengandalkan
kesediaan orang lain untuk mendengarkan pidato atau pernyataan dengan seksama.
Dan itu juga membuat juru bicara punya kesempatan untuk mengulang pokok-pokok
yang terpenting, ujar Meyers.
Untuk memperlancar persoalan
komunikasi, Bagian Public Affairs dan Press Officer Pemerintah
Amerika menyediakan beberapa sarana informasi untuk semua pihak, baik
pemerintah dan para pejabat, maupun wartawan cetak, elektronik, cyber media,
dan juga masyarakat secara langsung. Beberapa sarana komunikasi yang disediakan
itu antara lain;
- Siaran pers (press release), yang
dibuat layaknya artikel berita dan tak jarang dipakai sebagai teks berita
oleh beberapa penerbitan.
- Pemberitahuan kepada Media (Media advisory),
berupa jadwal acara-acara mendatang sehingga media dapat menentukan
sendiri acara mana yang akan mereka liput.
- Lembaran fakta atau latar belakang (fact
sheet or backgrounder), semacam siaran pers namun dalam bentuk yang
lebih detail, mengungkap banyak fakta dan data statistik, tanpa banyak
kutipan. Biasanya lembaran ini disertakan untuk melengkapi siaran pers.
- Gambar (visual), seperti foto, graphik,
diagram dan peta, yang biasanya juga disertakan dalam siaran pers.
- Biografi, yang biasanya
diberikan bersamaan dengan siaran pers. Berisi tentang data singkat karir
atau prstasi dari orang yangmenduduki jabatan baru, atau orang yang akan
pidato, berpartisipasi dalam suatu acara.
- Daftar para pakar, yang
akan memperkuat pesan kalau mereka diwawancarai. Ini
berisi no telepon dan alamat serta bidang kepakaran dan latar belakang
kompetensinya.
- Kliping, merupakan
kumpulan berita-berita. Biasanya pada saat bagian informasi membagikan media
kit di dalamnya juga diisi kliping berita-berita yang baik. Supaya bisa menjadi referensi.
- Daftar pertanyaan, Umumnya berisi pertanyaan
pertanyaan yang diajukan para pejabat ke wartawan untuk memancing minat
mereka terhadap suatu topik. Kadangkala, ada pula daftar pertanyaan yang
mungkin akan diajukan wartawan ke para pejabat.
- Paket untuk pers atau media kit. Berisi
beberapa butir tema menyangkut satu topik.
- Pitch letter,
berisi ringkasan ide cerita dalam suatu paragraf, menjelaskan kenapa
publik bisa tertarik pada konse yang ditawarkan. Bentuk ini berisi hal-hal
detail , nama, kemungkinan pembuatan foto, dan ringkasan konsep cerita.
- Teknologi satelit, yang memungkinkan news
maker, biasanya para pejabat untuk mengadakan wawancara atau
pertemuan, kemudian meneruskannya ke stasiun-stasiun televisi di seluruh
penjuru negri. Dengan begitu, banyak media bisa dijangkau tanpa harus
menyita waktu dan tenaga. Biasanya spesialis informasi merekam suatu acara
kemudian menyalurkannya lewat satelit. Untuk melakukan hal ini dengan
benar, dibutuhkan sebuah studio yang mampu menyalurkan gambar dan suara
dan sekaligus memungkinkan reporter untuk bertanya melalui telepon sambil
merekam jawaban resminya. Stasiun televisi yang bersangkutan diberitahu
kapan satelitnya bisa digunakan dan bagaimana cara mengaksesnya.
- Aktualita radio, sebenarnya semacam rekaman
audio pengumuman pejabat pemerintah yang dibuat seolah-olah seperti
wawancara. Para pejabat AS melakukannya
tiap hari, entah mereka mengirimkan rekamannya langsung ke wartawan atau
memberikan nomor telepon ke mesin penjawab yang berisi pernyataan
tersebut. Untuk melakukannya dengan benar. Dibutuhkan tape recorder
berkualitas tinggi yang bisa disambungkan ke pesawat telepon. Materi audio ini bisa juga diberikan melalui situs
internet untuk di-download. Jadinya bisa diakses di
manapun, termasuk di luar negeri.
- Jalur telepon terpisah, yang bisa digunakan
untuk merekam jadwal harian pejabat sebagai referensi media.
- Konfrensi pers, yang menjadi forum bagi para
pejabat mengumumkan berita tentang suatu isu. Agar efektif dan terpercaya,
beritanya diuasahakan selalu aktual dan riil.
- Wawancara, Adalah kesempatan bagi para pejabat
untuk berbicara dengan wartawan, biasanya satu per satu, untuk
menyampaikan ide mereka secara lebih mendalam ketimbang saat konfrensi
pers.
- Rapat dengan redaksi, merupakan rapat para
pembuat berita dengan para editor dan penulis kolom editorial dan opini,
dan wartawan dari seksi berita untuk membahas suatu topik. Stasiun televisi dan televisi kabel besar juga
melakukan hal serupa. Hal ini memberi kesempatan kepeda para pejabat
pemerintah untuk menjelaskan ide mereka secara lebih mendalam agar media
juga lebih memahami kebijakan pemerintah. Biasanya hal ini kemudian akan
muncul jadi berita atau topik kolom editorial.
- Rapat off-the-record, dilakukan oleh
para pembuat berita untuk menyampaikan pendapat mereka. Beberapa pejabat
menulis di kolom mingguan untuk mengutarakan pendapat mereka langsung ke
khalayak.
- Pidato, digunakan untuk mempromosikan
kebijakan, mengumumkan program baru, menjelaskan posisi, dan membangun
konsensus. Salinan pidato sering
diberikan kepada pers terlebih dahulu sebelum pidato dilakukan. Salinannya
kemudian diberikan juga ke jurnalis yang tak sempat hadir. Memuat naskah
pidato ke internet juga efektif. Bila memungkinkan, saatmemberikan naskah
pidato ke pers, tulislah ringkasannya di muka. Selalu jaga daftar media
apa yang akan dikirimi materi ini.
- Tur media, dilakukan di
luar ibu kota dan mengunjungi media tiap daerah. Dari tur media ini,
kantor berita daerah bisa mengambil berita apa yang cocok untuk mereka dan
menjelaskan kepada warga tentang pengaruh suatu kebijakan terhadap
kehidupan mereka.
- Feature, berisi cerita di luar bentuk hard news.
Spesialis informasi masyarakat tak akan hanya bergantung pada hard news
untuk menyampaikan berita, namun juga tulisan di seksi feature atau
seksi lain sebuah media cetaj.
- Internet, adalah sarana
untuk berkomunikasi langsung dengan publik tanpa melalui media massa.
Berkomunikasi dengan wartawan juga bisa lebih cepat dilakukan. Selain itu,
sarana ini juga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara pejabat
dengan publik. Dinas penerangan bisa membuat papan buletin elektronik di
sini. Yang disajikan dalam internet antara lain: tulisan, foto, video, dan
suara. Dinas penerangan pemerintah juga memanfaatkan internet untuk
menyampaikan informasi-informasi dalam jumlah besar secara online. Baik
untuk konsumsi di dalam maupun di luar negeri. Agar efektif, situsnya
harus selalu di-update.
- E-mail, mencakup sejumlah alamat e-mail yang
dijadikan group, sehingga hanya dengan menekan satu perintah, informasi
bisa dengan mudahnya langsung di salurkan ke sejumlah pihak.
- Kesempatan foto atau “photo
ops”, adalah saat pejabat diambil fotonya bersama orang lain dalam
acara tertentu, misalnya dengan penerima penghargaan, yang kemudian
dikirim untuk dipublikasikan ke koran di kota penerima penghargaan itu
tinggal. Saat pengembilan foto, pastikan nama orang dan
acara dalam foto ditulis jelas.
Semua informasi dari White House ini terbuka
bagi media lokal, nasional maupun foreign press (Foreign Press Centre).
Materi-materi di atas bisa jadi hanya menarik sebagian wartawan saja. Namun
tetap saja itu semua penting bagi orang atau media yang membuutuhkannya. Dan
salah satu tujuan public relations adalah membantu memudahkan kebutuhan
informasi, sehingga mereka cenderung cooperatif dan mempunyai informasi yang
cukup.
Di departemen luar negeri Amerika Serikat, wakil
menteri untuk public diplomacy and public affair, mengepalai devisi
humas media dan komunikasi. Di bawah ini ada asisten menteri untuk hubungan
masyarakat , yang berbicara atas nama menteri luar negeri dan mengawasi lima kantor dan
mengkoodinasikan bagian public affairs di semua Kedutaan Besar A.S. di
berbagai negara.
Public affairs di
Departemen luar negeri di Washington, tiap hari menyiarkan latar belakang
materi, tuntunan media, dan tanya jawab yang bisa digunakan asisten menteri
sebelum ia memberikan briefing harian di depan pers. Mereka membuat
jadwal wawancara dengan berbagai media yang dilangsungkan di seluruh AS untuk
para pejabat Deplu. Juga mengatur jadwal rapat dan pidato dan persiapan untuk
menyambut para tamu dari luar negeri.
Untuk pelayanan ke luar negeri, mereka juga
mengurus situs Deplu untuk disebarkan di dalam maupun di luar negeri. Menyiapkan digital video conferencing serta memproduksi
siaran televisi interakstif melalui satelit. Untuk penyebaran informasi di luar
negeri, Deplu dibantu oleh lembaga pemerintah yang bernama USIA (United
State Information Agency). Lembaga ini mengkordinasikan penyebaran
informasi internasional dan pendidikan. Dewasa ini ada 200 tempat lebih cabang
USIA di luar negeri, yang disebut dengan USIS (United State Information
Service) tersebar di 140 negara. Lembaga ini kerjaannya memantau opini
publik luar negeri dan menyajikan analisisnya serta umpan balik untuk
pemerintah Federal Amerika.
USIA merupakan lembaga
pelayanan informasi luar negeri yang independen dimana kerja mereka dilaporkan
langsung kepada presiden. Di tiap kantor kedutaan Amerika Serikat, operasional
USIS berada di bawah pejabat yang menangani public affairs. Sekarang
lembaga ini mengoperasikan Worldnet,
pelayanan televisi satelit 24 jam, dan berbagai pelayanan informasi dan program
lain (Cutlip, Center, and Broom, 2000 : 493).
USIA juga menerbitkan berbagai buku dan penerbitan lain untuk menunjang penyebaran
informasi tentang Amerika di luar negeri. Buku buku seperti “This is America”, American Government,
ataupun juga buku-buku yang diterbitkan sesuai
dengan aktualitas yang sedang terjadi. Kadang tentang kebebasan pers di
Amerika, tentang pemilu, tentang terrorisme dan lain lain. Bulan Ramadhan 2002, bagian Informasi
kedutaan Amerika di Jakarta mengedarkan beberapa film pendek tentang kehidupan
umat muslim di Amerika Serikat ke beberapa televisi suasta di Indonesia.
Tujuannya adalah menyebarkan informasi bahwa di
Amerikapun, orang Islam itu dijamin, bahkan mengalami perkembangan yang
sangat pesat.
Di luar negeri USIS bertugas menasehati Duta besar
dan diplomat lain dalam hubungannya dengan penanganan isu-isu public
relations yang berpengaruh terhadap kebijakan dan kepentingan AS serta
hubungan diplomatik dengan negara dimana kantor itu berada. Mantan Persiden AS Jimmy Carter mengatakan
“Peranan USIA adalah membangun dua jembatan saling pengertian antara warga
negara Amerika Serikat dengan warga negara lain di seluruh dunia” (Cutlip, Center, & Broom, 2000: 493).
Dalam fungsi kesehariannya USIA bertanggung jawab
untuk meluruskan informasi dan melakukan counter terhadap propaganda
yang bertentangan dengan realitas. Jadi lembaga ini dituntut menyajikan
gambaran yang menyeluruh dan apa adanya (a full and fair picture)
tentang Amerika Serikat. Dengan demikian diharapkan bangsa lain dapat memahami
motif dan tujuan kebijakan luar negeri AS. Untuk penyebaran informasi ke
seluruh dunia, selain menggunakan keberadaan kantor USIS, pemerintah Amerika
juga memiliki lembaga penyiaran yaitu Voice of America (VOA). Walaupun
memiliki standard pemberitaan yang obyektif, VOA tak lain merupakan salah satu
alat untuk menyebarkan informasi ke luar
negeri.
Ada
dua tujuan utama bagi pemerintah Amerika diadakannya program hubungan
masyarakat di luar negeri: (1) Meng-counter
penyebaran propaganda yang dilakukan oleh musuh Amerika Serikat, sekaligus
Memelihara pengertian yang baik dengan negara sahabat agar mereka memahami
kebijakan Amerika. (2). Memberikan bantuan pengetahuan teknis kepada
negara-negara sedang berkembang (Cutlip, Center & Broom, 2000 : 494).
5.3.2.
Sistem pelayanan Informasi Inggris
Di Inggris lain lagi. Setiap departemen di negara
ini mempunyai bagian informasi, dan hubungan masyarakat, atau bagian berita.
Mereka biasanya dipegang dan di bawah pengaturan petugas informasi yang
profesional, yang bertanggung jawab pada semua aktivitas komunikasi departemen
yang bersangkutan, baik melalui pemberitaan media massa maupun langsung ke
publik. Mereka juga memberi masukan pada departemen mengenai reaksi publik
terhadap isu tertentu.
Di pemerintahan
Inggris ada banyak pegawai yang punya kemampuan bagus di bidang public relations dan dalam mengirim
informasi mereka ini adalah orang-orang yang berpengalaman dan menguasai sistem
interaksi antara pemerintah dan media massa. Media massa di Inggris terkenal
punya banyak pengalaman dan cara bagaimana menyerang dan menyudutkan
pemerintah. Pers di Inggris juga menyadari perannya seagai salah satu pilar demokrasi dan bahkan tak
jarang mampu meruntuhkan kewibawaan pemerintah. Karena itu, ada kalanya pula beberapa pesan
pemerintah tidak sampai. Dan hal demikian menjadi sesuatu yang amat penting
karena menyangkut upaya mempertahankan popularitas pemerintah dan kekuasaannya
yang sewaktu-waktu bisa jatuh karena mosi tidak percaya di parlemen. Itulah
makanya government public relations begitu
penting di Inggris. Tapi hal seperti ini tidak terjadi di Indonesia. Sebab di Indonesia pergantian pemerintahan hanya
bisa dilakukan lewat Pemilu.
Untuk mengefektifkan PR Pemerintah Di United
Kingdom, seluruh bagian informasi yang ada di berbagai departemen, berkordinasi
dengan Government Informations Service (GIS). Lembaga yang didirikan
tahun 1950 ini bertanggung jawab terhadap manajemen informasi pemerintah
Inggris. GIS bertugas untuk memberikan jawaban, menyediakan informasi yang
akurat dan obyektif mengenai aktivitas dan kebijakan pemerintahan. Tapi perlu
digarisbawahi lembaga ini sama sekali tidak punya kewajiban untuk mencoba
mendukung pemerintah maupun mempersuasi media massa. Lembaga ini semata mata memberikan
informasi dan publisitas sebagai guidelines
masyarakat terhadap aktivitas pemerintah sebagai bagian dari pertanggungjawaban
pemerintah terhadap aktivitas mereka yang relevan. Karena itu informasi yang
disampaikan senantiasa diusahakan obyektif dan merupakan penjelasan bukan
informasi yang tendensius, berbau polemik dan bukan untuk kepentingan partai
politik.
Sejak Partai Buruh memenangkan Pemilu di Inggris
tahun 1997, dan Tony Blair menjadi Perdana Menteri, pemerintah merubah
besar-besaran lembaga pelayanan informasi ini (termasuk merubah nama lembaga
itu). Sejak 1998 namanya berganti menjadi Governmental Information and
Communications Service (GICS). Walau tetap tidak mempengaruhi lingkungan
pers secara langsung, namun lembaga ini juga memberikan informasi kepada
pemerintah yang berupa nasehat-nasehat yang berkaitan dengan komunikasi.
Di Inggris juga terdapat lembaga negara yang
bernama Central office of Information (COI). Aktivitas lembaga ini
adalah memberikan informasi yang berkaitan dengan kepentingan dan perhatian
publik dengan cara netral. Kepada publik Inggris lembaga inilah yang
bertanggung jawab memberikan informasi kalau ada hal-hal yang bisa membahayakan
masyarakat, seperti prosedur keamanan sipil ketika ada hal-hal yang berbahaya,
juga mengenai aktivitas British Council di luar negeri .
Lembaga yang bertugas memperkenalkan budaya,
politik maupun pendidikan Inggris di luar negeri adalah COI dengan British Councilnya. Lembaga British Council ini walaupun dibiayai
APBN Inggris namun mereka betul-betul independen dan bekerja secara obyektif
untuk kepentingan budaya dan pendidikan. British
Council tersebar di 100 negara di dunia, menjadi lembaga yang mendeseminasikan
informasi dan budaya serta kerjasama di bidang pendidikan. Melalui British Council lah berbagai informasi
tentang United Kingdom disebarkan dan
diperkenalkan di masyarakat internasional. British
Council banyak menggalang kerjasama kebudayaan dan pendidikan. Mendatangkan
berbagai kesenian dan budaya Inggris ke berbagai Negara, juga sebaliknya,
mengundang seniman dan hasil budaya lain ke Inggris. British Council juga memberikan bea siswa British Chevening
Award untuk sekolah di universitas universitas terkemuka di Inggris, maupun
studi-studi pendek di sana, kepada berbagai mahasiswa dari seluruh dunia.
British
Council juga menerbitkan buku-buku, booklet, baik tentang
pemerintahan Inggris, tentang sistem pemilihan umum, maupun panduan belajar di
UK, dan juga buku-buku budaya serta pelajaran bahasa Inggris. British Council yang
dibentuk tahun 30-an itu pada awalnya memang sebagai mesin propaganda, seperti
juga BBC untuk kepentingan British Government. Setelah sekian lama,
lembaga itu berobah, ada metamorfosisnya menjadi suatu institusi yang sangat
Britanis, yang bukan semata mesin propaganda lagi -–sudah nggak punya tugas seperti
itu sekarang-- tapi mereka itu menjadi cultural organisation yang
mendukung policy nya Inggris. Namun tentu saja
walau British Council itu
independen, tetap menguntungkan pemerintah Inggris. Bagi United Kingdom
selain British Council ujung tombak pelayanan informasi Inggris di
luar negeri adalah kedutaan dan kantor konsulat mereka yang tersebar di berbagai negara di dunia.
Selanjutnya salah satu lembaga komunikasi yang amat
terkenal dari Inggris adalah BBC (British Broadcasting Corporation), baik
yang berupa satasiun radio maupun televisi. BBC berdiri sejak tahun 1926
sebagai sebuah lembaga pelayanan public. BBC merupakan lembaga yang amat
independen, baik dalam pembiayaan maupun isi medianya. Pembiayaan BBC diperoleh
dari iuran publik karena itu lembaga ini dituntut mempunyai akuntabilitas
terhadap masyarakat, baik dalam penggunaan dana maupun materi content medianya.
Upaya menyajikan isi yang netral dan obyektif untuk kepentingan public yang
beragam benar-benar dijaga oleh BBC, sehingga media penyiaran ini mampu menjadi
ikon kualitas isi penyiaran dan pemberitaan di dunia. Dan tentu saja kendati di
luar kontrol pemerintah secara langsung, namun keberadaan dan kinerja BBC
secara tidak langsung semakin menyebarkan image Inggris sebagai negara yang
demokratis.
BBC radio
maupun TV mempunyai beberapa saluran,
ada yang hanya disiarkan di dalam negeri, untuk televisi misalnya seperti BBC Parliament, BBC Channel 1, BBC Channel 2, maupun BBC News 24, tapi ada pula sengaja
dipancarkan keluar negeri yaitu BBC World
Service. Untuk radiopun ada yang saluran untuk dalam negeri, tapi juga ada
yang dipancarkan ke luar negeri, dengan menggunakan lebih dari 40 bahasa asing, termasuk Indonesia.
5.3.3. Sistem Pelayanan Informasi Australia.
Untuk pelayanan informasi luar negeri, Australia
mengandalkan kantor kantor kedutaan dan konsulatnya. Negeri ini tidak mempunyai
lembaga khusus seperti British Council,
Goethe Institute, Alliance Frrancoises,
Erasmus House atau USIS. Ide-ide
agar Australia memiiliki Australian House sudah muncul sejak tahun
1970-an, dikatakan baik oleh banyak pihak di sana, tetapi hingga sekarang tidak
terwujud. sedangkan government public relations di Australia
tidak ada secara kelembagaan, tetapi masing-masihg menteri punya koridor ke
banyak wartawan terkemuka yang sering "disuapi" bocoran-bocoran yang
sering menguntungkan pemerintah.
Umumnya,
media di Australia tidak bisa dicekoki informasi oleh lembaga-lembaga
pemerintahan, mereka terlalu selektif dan punya filter. Spokesperson pemerintah dilakukan oleh pejabat pejabat yang
bersangkutan. Ada juga beberapa politisi ataupun pejabat pemerintah memiliki
juru bicara yang berasal dari Media person.
Contohnya
Bob Carr (Premier di negara bagian New South Wales)
Perdana menteri Negara bagian NSW ini punya media
person untuk police affairs, juga
punya media person untuk yang lain, dia
mengambilnya langsung dari jurnalis-jurnalis yang bergerak disana. Mereka sudah
tahu semua permainan warttawan disana. Jadi politikus untuk urusan politik,
untuk soal media kasih saja orang media yang ngurus. Misalnya untuk menteri
kehakiman, yang biasanya meliput berita siaran tentang kehakiman, ambil aja
salah satu dari Koran di Australia yang sudah senior dijadikan konsultan atau juru
bicara untuk kehakiman, dia sudah tahu permainan kata-kata, kemudian effeknya
atau dampaknya kata-kata itu setelah dibaca oleh pembaca.
Ketiadaan
Australian House, ataupun Government Public Relations secara
kelembagaan di Australia,
sering memunculkan kritik dari kalangan orang Australia sendiri. Pemerintah
Australia dianggap sedikit picik, berpikir jangka pendek, selalu ingin
mendapatkan hasil yang baik dengan pengeluaran yang sedikit, demikian kritik
itu yang salah satunya dikemukakan oleh David Reeve, Associate Professor, University of New Soth Wales, yang pernah
mengajar di Universitas Brawijaya Malang
1983, Universitas Indonesia 1984-1987, dan
Gadjah Mada Yogyakarta 1997-1999.
Namun demikian media publik Australia
amat maju, baik itu radio Australia
yang bermarkas di Melbourne, maupun televisi Australian Broadcasting
System. Media penyiaran
Australia ini tidak hanya memancarkan siarannya di dalam negeri, tapi juga
siaran internasional ke berbagai negara. Mereka tidak hanya menyiarkan
informasi dan berita tetapi juga mengajarkan paket-paket pelajaran bahasa
Inggris. Pada tahun 1970-an hingga 1990, radio Australia mengirimkan banyak
buku pelajaran bahasa Inggris untuk para pendengarnya di berbagai Negara, salah
satunya Indonesia. Buku pelajaran yang sampai sembilan jilid itu, tidak hanya
mengajarkan tentang bahasa Inggris style Australia, tetapi juga mengenalkan
tentang budaya Australia.
Sama halnya dengan BBC,
ABC juga mempunyai program siaran internasional dengan berbagai bahasa. Selain
Inggris, Perancis dan Jerman, di ABC ada
juga program bahasa Indonesia, Arab, Cina, Thai, Urdu, Jepang, Tagalog bahkan Rusia.
Di kedutaan Australia di
berbagai negara mereka memiliki bagian
press and public affairs, yang tidak hanya bertanggunng jawab pada hubungan
media, untuk membuat press release, press
conference, tetapi juga membuat penerbitan penerbitan tertentu. Termasuk
menyediakan website yang yang
senantiasa diupdate, di mana di dalamnya terseda berbagai innformasi tentang
Australia, dari A sampai Z. Melalui
bagian ini Departemen Luar Negeri Australia menyebarkan informasi dan
kebudayannya ke berbagai negara. Mereka memang secara spesifik tidak menamakan sebagai bagian public
relations, tetapi fungsi mereka tak lain
adalah internasional public relations yang disatukan dengan public diplomacy.
Di samping apa yang sudah diungkapkan di atas,
pemerintah Australia
juga menyediakan secara khusus website dan informasi tentang pendidikan
dan pariwisata yang valid dan selalu diupdate di kedubes mereka dan
di Public Information Service (PIC)
di Australia. Pemerintah Australia
punya lembaga AUSAID yang memberikan dana bantuan kepada negara-negara miskin
dan berkembang,baik untuk banntuan pendiidiikan seperti scholarship atau bea
siswa, tapi juga diwujudkan dalam bentuk bantuan yang lain. Pemerintah
Australia juga punya atase-atase perdagangan, ekonomi untuk memberikan
informasi terhadap siapa saja yang membutuhkan. Sistem layanan ini diciptakan
untuk memudahkan orang mengetahui tentang Australia
ataupun akan pergi ke Australia.
5.3.4. Sistem Pelayanan Informasi Jepang
Bagi Pemerintah Jepang,
untuk mejaga citra negaranya di luar negeri, pertama kali yang harus dibenahi
dan menjadi perhatian mereka adalah bagaimana menjaga citra kami di dalam
negeri. Menurut Yuji Mano, Sekretaris Kedubes Jepang di Jakarta, “Image dalam negeri kami harus terus
terjaga, setelah itu baru kita bisa ekspos ke luar, silahkan media meliputnya,
inilah kami, tidak ada yang perlu ditakutkan di tempat kami”. Semua ini
menurutnya tentu harus diiringi dengan tindakan nyata dari pemerintah maupun
masyarakat Jepang, bahwa apa yang kami ekspos di media massa maupun luar negeri ini benar adanya,
kebenaran itulah yang penting.
Mengenai lembaga pelayan
informasi di luar negeri, secara khusus Jepang tidak memiliki, tetapi
kedutaan-kedutaan Jepang sangat terbuka, dan bagi publik yang ingin memperoleh informasi tertentu, bisa datang dan minta untuk dilayani, konon
menurut Yuji Mano, mereka selalu terbuka, dan siap untuk membantu. Mengenai konsep Government Public Relations, sebagai
mana negara maju yang lain mereka pemerintah Jepang mempunyai apa yang disebut Kanchou Daibensha, yaitu juru bicara pemerintah. Segala sesuatu dari
pemerintah yang harus disampaikan ke khalayak luas selain dikemukakan oleh
pejabatnya sendiri, juga disampaikan oleh juru bicara atau Kanchou Daibensha tersebut.
Di Jepang, hampir tiap hari Perdana Menteri berpidato dan disiarkan televisi ke seluruh negeri. Kadang-kadang Perdana Menteri Jepang datang mengunjungi wartawan untuk mengadakan jumpa pers, atau terkadang wartawan yang datang ke kantor Perdana Menteri untuk jumpa pers. Kalau wartawan tanya hari ini ada kejadian seperti ini, Perdana Menteri langsung jawab saat itu juga. “Jadi enak, semua bisa tersampaikan dengan baik” demikian komentar yang dikemukakan oleh Okano Tadayasu, Sarjana lulusan Universitas Takushoku Jepang.
Semua mekanisme hubungan antara pers dengan Perdana Menteri atau pemerintah Jepang ini dimanej oleh public relations pemerintah Jepang yang disebut Kohou Katsudou. Di pemerintah Jepang di setiap departemen, selain memunnyai juru bicara, mereka juga mempunyai petugas humas atau Kouhou Tantaukan yang senantiasa melakukan kordinasi dengan Kouhou Katsudou pusat, atau Humas Pemerintah. Jadinya setiap pejabat yang bicara sudah disupport oleh informasi yang memadahi dari berbagai bidang.
Di luar negeri, seperti di Jakarta misalnya, berbagai informasi tentang Jepang disediakann tidak hanya oleh Kantor Kedutaan Besar, ataupun juga konsulatnya, tapi juga dilayani oleh Japan Cultural Centre, atau Pusat Kebudayan Jepang. Di Pusat Kebudayaan Jepang tersedia berbagai informasi mengenai kebudayaan Jepang, informasi pendidikan, hingga pemahaman tentang sistem politik, pemilu dan media massa di Jepang. Selain Pusat Kebudayaan, penyebar dan pelayan informasi Jepang di luar negeri juga dilakukan oleh beberapa lembaga seperti JETRO (Japan External Trade Organization), yaitu organisasi yang didirikan Pemerintah Jepang yang mengurusi berbagai hal yang berkaitan dengan ekspor impor dan penanaman modal serta informasi yang berkait dengan hal itu, yang sekarang direkturnya adalah Hiroyuki Kato. Juga lembaga internasional yang banyak memberikan bantuan teknis, pendidikan, pelatihan dan informasi di berbagai Negara, yaitu JICA (The Japan International Cooperation Agency).
Jepang juga mempunyai lembaga penyiaran public yang terkenal, yaitu NHK, yang siarannya dipancarkan di dalam dan di luar negeri. NHK sebagaimana BBC hidup dari iuran masyarakat, sehingga independenn baik dari dana maupun materi yang mereka siarkan. Sebagai catatan media massa di Jepang jika dibandingkan dengan jumlah penduduknnya, merupakan komposisi yang terbaik di dunia, mengalahkan Amerika Serikat. Surat kabar harian di jepang, di tahun 2000, dalam satu hari saja oplahnya mencapai 71 juta eksemplar dengan total jumlah penduduk 119 juta jiwa. Sementara untuk Amerika Serikat pada tahun yang sama, oplah surat kabar hariannya hanya 67 juta, padahal penduduknya mencapai 270 juta jiwa. Sementara untuk Indonesia total media cetak hanya 14 juta dengan jumlah penduduk 210 juta jiwa.
Yumiuri Shimbun Koran terbesar jepang punya oplah untuk sekali terbitan pagi mencapai 10,5 juta eksemplar. Sorenya beroplah 4,5 juta eksemplar. Sementara Koran kedua Asahi Shimbun, pagi hari beroplah 8 juta eksemplar, sorenya mencapai 4 juta eksemplar. Bandingkan dengan The Washington Post yang hanya beroplah 3,5 juta, atau The Sun koran kuning Ingggris yang hanya 3 juta eksemplar, apalagi dibanding Kompas yang hanya 0,5 juta eksemplar. Perkembangan media yang begitu pesat dan maju di Jepang itulah yang juga menuntut diberlakukannya system government public relations yang baik.
5.3.5. Sistem Pelayanan Informasi di China
Menurut Wang Xiaobing, di Republik Rakyat China (RRC) semua sistem, termasuk pelayanan informasi diupayakan sesederhana mungkin. Ada upaya melakukkan berbagai kemudahan di berbagai kehidupan, terumatama yang menyangkut ekonomi. Harus diakui pula dengan Kemudahan sistem itu, banyak memperoleh hasil, misalnya China sekarang terkenal iklim investasinya yang sangat bagus.
Sistem di China untuk menjaga image terutama untuk iklim envestasi adalah menerapkan pelayanan yang efektif dan efisien, dengan sistem yang terpadu, terkordinir dan prosedur yang sederhana. Berbagai kemudahan diberikan baik itu informasi maupun perijinan, tapi ini semua lebih kearah kebijakan ekonomi dan investasi. Pembangunan image kemudahan investasi ini dimulai dengan berbagai tindakan nyata di dalam negeri bukan di luar negeri. Pada dasarnya informasi dan perijinan bisa diatasi dengan pejabat yang menangani masalah tertentu. Kadangkala cukup walikota saja yag berhadapan dengan wartawan. Tentu saja hanya masalah yang relevan yang bisa dikomentari pejabat tertentu atau kepala daerah tertentu.
Di China mempunyai badan tersendiri semacam government public relations yang bernama gong gong guan xi, yang berfungsi menyampaikan segala macam hal yang harus disampaikan ke pihak luar. Dan digawangi oleh juru bicara, sebagai si penyampai pesan. Kebijakan-kebijakan penting pemerintah harus disampaikan melalui sini, Tidak bisa, orang yang tidak memiliki kompetensi untuk menyampaikan kebijakan pemerintah. Contohnya, kalau ada kebijakan keuangan, selain dari Menteri keuangan, yang bisa menyampaikan kebijakan ya hanyalah gong gong guan xi ini. Yang lain tidak. Fungsi lembaga komunikasi ini adalah untuk menyampaikan keterangan agar pihak luar tidak memperoleh informasi yang salah. Orang yang bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi tersebut dalam bahasa China dinamakan guan fang fa yan ren. Mereka adalah orang-orang yang memang expert di bidangnya, seperti bidang ekonomi, politik, keamanan, dan lain lain. Orang-orang yang dipilih sebagai guan fang fa yan ren memiliki track record yang baik dan kemampuan komunikasi yang baik pula. Selanjutnya mereka ditempatkan pada pos-pos tertentu. Segala kebijakan pemerintah yang harus disampaikan di luar harus melalui mereka ini atau di bawah kordinasi badan yang bernama gong gong guan xi. Lain tidak, sehingga informasi yang disampaikan tetap akurat dan tidak membingungkan.
China sebagai negara yang masih menganut paham komunisme memang cukup unik. Sentralisasi kekuasaan pada Partai Komunis Cina atau Kun Chang Tang, masih dipertahankan. Hal-hal yang berbau politik dan kekuasaan Negara termasuk masalah propaganda dan informasi keluar masih dikontrol secara ketat dan sentralistis. Tapi untuk investasi, atau kebijakan ekonomi lainnya menganut sistem liberalisme, sehingga perijjinan-perijinan investasi amatlah mudah dan kewenangannya diberikan sepenuhnya ke pejabat di daerah, sehingga tidak ada kerumitan birokrasi.
Di luar negeri, China mempunyai cara untuk menjaga image negaranya. Bian Qingzu, Political Counsellor Kedutaan Besar China di Jakarta menggatakan; “Pertama kali adalah bahwa kami harus menekankan garis besar kebijakan internasional kami di mata dunia. Untuk itu kami punya juru bicara di departemen luar negeri, ataupun kantor kedutaan besar kami, yang lazim disebut dengan guan fang fa yan ren. Tugasnya adalah selalu menekankan akan kebijakan RRC di dunia internasional. Kami juga menekankan bahwa kebijakan kami tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun juga. Termasuk mengenai cara penyampaiannya, harus melalui orang kami. Jadi, informasi hanya bersumber dari pihak-pihak yang telah kami legitimasi saja”.
Dengan cara demikian itu, menurut para pejabat China, sampai saat ini dunia internasional secara umum bisa memahaminya. Kalau konsep gong gong guan xi itu ditelah dari cara-cara kerja mereka dan fungsinya di atas. Sebenarnya lembaga ini mirip dengan Departemen Penerangan pada masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia, hanya saja lembaga ini dijalankan secara professional dan lebih diarahkan ke luar negeri untuk mengundang investasi ke China. Sedang ke dalam negeri lebih banyak dilakukan oleh kantor dan kader partai Komunis China. Prinsip utama yang digunakkan gong gong guan xi untuk informasi luar negeri, adalah bahwa mereka akan memberikan informasi keluar sepanjang itu penting, kalau pihak luar tidak punya kepentingan akan informasi itu, ya tidak diberikan. Jadi informasi yang disampaikan diseleksi sedemikian rupa untuk kepentingan pembangunan image yang favorable mengenai Negara Tirai Bambu ini. Lembaga informasi ini juga menyediakan informasi dalam bentuk terbitan berkala, maupun penyediaan informasi di website.
Jadi intinya, di China struktur di dalam negeri diperkuat terlebih dahulu. Semua kemudahan, debirokratisasi untuk investasi dijalankan dengan konsisten, sekaligus dimbangi dengan penegakan hukum. Korupsi yang dulu marak seperti di Indonesia, ditekan habis habisan dengan aturan baru yang sanksinya hingga hukuman mati, dan itu dikampanyekan dan dijalankan secara konsekuen. Pejabat yang terbukti korup banyak yang diadili dan dihukum berat tadi. Di samping langkah nyata tersebut, China juga menerapkan system layanan informasi terpadu dengan menggunakan lembaga gong gong guan xi . Hasilnya, hanya dalam waktu 20 tahun setelah liberalisasi ekonomi yang dilakukan oleh Deng Xiaoping, Negara ini tampil menjadi raksasa baru ekonomi dunia. Penduduknya yang berrjumllah 1,3 milyar tidak hanya menjadi pasar potensial, tetapi juga menjadi produsen ke 4 terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman. Di dunia internasional, China dikenal sebagai tempat investasi yang menjanjikan keuntungan dan menjadi Negara yang begitu pesat melakukan pembangunan secara modern. Kendati image di dunia internasional masih ada masalah pelanggaran Hak azasi manusia, khususnya yang berhubungan dengan peristiwa pembantaian para demonstran di Lapangan Tiananmen tahun 1989 lalu, dan kurangnya reformasi dan demokratisasi dalam sistem politik, namun gaung citra negative itu semakin redup tertutup oleh sukses besar China dalam liberalisasi ekonomi dan ekspansi produknya ke pasar internasional yang sangat fenomenal. Image China sekarang adalah negara produsen apa saja, dari produk elektronik, sepeda motor, mesin-mesin, hingga obat-obatan alternatif, dengan harga yang jauh lebih murah dari produk negara lain. Itulah China yang maju dengan restrukturisasi ekonomi dan government public relations ala gong gong guan xi .
Ditulis tahun 2002