Jumat, 02 Maret 2018

TERIMA KASIH UNTUK PARA CUKONG PENYEDIA MAHAR PILKADA



Dalam politik, faktor kepentingan memang bisa membuat bergabungnya partai partai yang awalnya “berseberangan”, “bermusuhan”, kemudian tiba tiba mereka berbaikan, bersama sama mendukung pasangan tertentu. Kira kira kepentingan seperti apa yang membuat mereka harus bersatu, bergabung, dan memberi dukungan pada pasangan calon tertentu?
Tentu alasannya macam-macam. Bisa karena figur calon. Bisa karena pertimbangan ideologi. Bisa karena kuatnya lobi yang menjadikan tertarik. Bisa karena alasan untuk proyeksi ke depan. Bisa juga karena ada “mahar” yang membuat cair keadaan.
Semua hal itu tidak kasad mata, tidak terlihat. Publik hanya bisa melihat apa yang tampak di permukaan. Apalagi tentang keberadaan “Mahar politik” itu benar benar sulit dibuktikan. Juga tidak akan diakui oleh pelaku pelakunya. Tapi berdasar korban, terutama yang gagal, mereka membenarkan adanya “mahar” tersebut. Uang puluhan hingga ratusan milyar itu bukan selalu dari pribadi uang calon, tapi biasanya yang menyediakan dana untuk mahar politik tersebut adalah cukong atau bohir yang berkepentingan langsung dengan kebijakan sang pejabat nantinya.
Dana puluhan atau ratusan milyar dari cukong  untuk “membeli” rekomendasi dan dukungan partai bagi pasangan calon yang maju ini merupakan cikal bakal yang merusak. Ini persoalan hulu yang banyak memunculkan “kongkalingkong” hingga hilir. Hasilnya ya kolusi dan korupsi yang menjadi sulit diberantas.
Tapi efek positifnya adalah, situasi politik di Pilkada beberapa daerah menjadi cair. Yang awalnya berhadap hadapan harus menyatu kerjasama. Memang tidak ada musuh abadi dalam politik. Lawan bisa menjadi teman. Pembelahan politik menjadi tidak permanen. Cukong dan bohir politik, “bisa menyatukan” partai partai yang “bertikai”. Karena ada kekuatan “uang” mereka menjadi bergadengan tangan berkat “kebaikan” dan “murah hati” dari para cukong yang mengeluarkan dana mendukung tokoh tokoh tertentu.
Bahkan tak jarang, konglomerat itu ada di dua kaki, mendukung dan membiayai siapapun yang maju. Jadi siapapun yang menang, tetap menguntungkan mereka.
Sekarang tinggalah para haters dan lovers yang kebingungan. Biasa mencela, dan menebar kebencian pada pihak lawan. Sekarang kebingungan, lawannya ada di satu kapal. Garis musuh jadi tidak jelas. Penglompokkan berubah. Meme dan kata kata serangan jadi tidak relevan. Politik jadi tak sepanas seperti Pilkada DKI Jakarta. Siapa yang pantas kita ucapi terima kasih dengan keadaan ini? Politisi? Atau para Cukong yang “dermawan” itu?

Henry Subiakto



Tidak ada komentar:

Posting Komentar