Dalam politik, faktor kepentingan memang bisa
membuat bergabungnya partai partai yang awalnya “berseberangan”, “bermusuhan”,
kemudian tiba tiba mereka berbaikan, bersama sama mendukung pasangan tertentu.
Kira kira kepentingan seperti apa yang membuat mereka harus bersatu, bergabung,
dan memberi dukungan pada pasangan calon tertentu?
Tentu alasannya macam-macam. Bisa karena figur
calon. Bisa karena pertimbangan ideologi. Bisa karena kuatnya lobi yang
menjadikan tertarik. Bisa karena alasan untuk proyeksi ke depan. Bisa juga
karena ada “mahar” yang membuat cair keadaan.
Semua hal itu tidak kasad mata, tidak terlihat.
Publik hanya bisa melihat apa yang tampak di permukaan. Apalagi tentang
keberadaan “Mahar politik” itu benar benar sulit dibuktikan. Juga tidak akan
diakui oleh pelaku pelakunya. Tapi berdasar korban, terutama yang gagal, mereka
membenarkan adanya “mahar” tersebut. Uang puluhan hingga ratusan milyar itu
bukan selalu dari pribadi uang calon, tapi biasanya yang menyediakan dana untuk
mahar politik tersebut adalah cukong atau bohir yang berkepentingan langsung dengan
kebijakan sang pejabat nantinya.
Dana puluhan atau ratusan milyar dari cukong untuk “membeli” rekomendasi dan dukungan partai
bagi pasangan calon yang maju ini merupakan cikal bakal yang merusak. Ini
persoalan hulu yang banyak memunculkan “kongkalingkong” hingga hilir. Hasilnya
ya kolusi dan korupsi yang menjadi sulit diberantas.
Tapi efek positifnya adalah, situasi politik di
Pilkada beberapa daerah menjadi cair. Yang awalnya berhadap hadapan harus
menyatu kerjasama. Memang tidak ada musuh abadi dalam politik. Lawan bisa
menjadi teman. Pembelahan politik menjadi tidak permanen. Cukong dan bohir
politik, “bisa menyatukan” partai partai yang “bertikai”. Karena ada kekuatan
“uang” mereka menjadi bergadengan tangan berkat “kebaikan” dan “murah hati”
dari para cukong yang mengeluarkan dana mendukung tokoh tokoh tertentu.
Bahkan tak jarang, konglomerat itu ada di dua kaki,
mendukung dan membiayai siapapun yang maju. Jadi siapapun yang menang, tetap
menguntungkan mereka.
Sekarang tinggalah para haters dan lovers yang
kebingungan. Biasa mencela, dan menebar kebencian pada pihak lawan. Sekarang
kebingungan, lawannya ada di satu kapal. Garis musuh jadi tidak jelas.
Penglompokkan berubah. Meme dan kata kata serangan jadi tidak relevan. Politik
jadi tak sepanas seperti Pilkada DKI Jakarta. Siapa yang pantas kita ucapi
terima kasih dengan keadaan ini? Politisi? Atau para Cukong yang “dermawan”
itu?
Henry
Subiakto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar