Semua
pemilik akun di FB, pada dasarnya telah menyerahkan data pribadi dan data
perseorangannya secara sukarela. Karena saat membuat akun telah
"menyetujui" bahwa semua pesan komunikasi dan aktivitas pribadinya
terekam dan teranalisis secara digital oleh Facebook. Jadi FB itu praktis menguasai data
pribadi dan perseorangan dari 2 milyar lebih penduduk dunia yang punya akun di FB.
Kumpulan data itulah yang
dipakai FB dan pihak ketiga untuk bisnis mereka, terkait politik maupun ekonomi
yang berbasis big data dan
profiling.
Cambridge
Analytica salah satu pihak ketiga, mengambil data dari FB untuk kepentingan
politik kliennya di beberapa negara. Sebagai konsultan politik yang dibayar mahal,
Cambridge menggunakan data FB untuk
aktivitas "Dark and Dirty Politics". Salah satunya menurut
Chistopher Wylie (wistle blower skandal ini) dipakai utk memenangkan Donald
Trump di AS th 2016)
Dengan
mengolah 71 juta lebih data pribadi termasuk di dalamnya menyangkut
kepribadian, kesukaan, hingga orientasi politik para calon pemilih ini
"digarap" dalam waktu lama. Cara
kerja Cambridge Analytic, dilandasi dengan asumsi bahwa untuk mengubah politik,
harus diubah dulu "budayanya". Karena politik mengalir lewat budaya.
Untuk mengubah budaya, pertama-tama harus diubah juga masyarakatnya. Untuk
mengubah masyarakat, hancurkan dulu nilai nilai kearifan yang mengintegrasikan
mereka, setelahnya jadikan masyarakat baru sesuai visi yang diinginkan.
Dilakukanlah
operasi psikologi (Psyops) untuk
mempengaruhi emosi, mengaduk semangat identitas, memotivasi untuk mengalahkan
lawan, dengan memberikan alasan objektif. Setiap target diperlakukan sebagai
person politik berdasarkan psikologinya.
Setelah
itu tim kreatif, designer, fotografer, videografer membuat content yang akan
dikirim ke target atau calon pemilih, lewat berbagai saluran digital (medsos),
tak hanya FB. Konten itu mencampurkan fakta dan opini, hoax, fake news, dan
lain lain yang diarahkan sesuai visi mereka. Diciptakanlah situs, blog, akun,
buzzer dan content apapun untuk membenarkan visi, sekaligus agar target mudah
mengakses dan mengklik, hingga masuk dalam konstruksi yang dibangun secara
psikologis. Jadi setiap target yang
dipilih berdasar data itu, diperlakukan secara personal yang selalu
"dibisiki", dikelilingi pesan pesan agar terbangun emosinya sesuai
visi politik yang
diarah.
Cara
ini terbukti berhasil memenangkan Trump di AS, juga memenangkan pendukung
Brexit di UK. Trump yang cenderung dinilai "Rasis" dan kasar, justru
comply dengan "White Supremacy",
"First America" dan melihat diluar itu adalah ancaman.
Mayoritas Kulit putih AS dibangkitkan
kesadaran identitas dan prasangkanya. Mereka dikembalikan untuk bermimpi serba
super dengan ras kulit putih yang dominan. Hal itu dilakukan sembari
menghancurkan lawan dengan berbagai hoax dan fitnah. Maka Trump pun menang.
Apakah
politik di Indonesia juga sudah ada yang
menggunakan konsultasi Cambrigde Analitica? Ini pertanyaan serius yang perlu jawaban
berdasar penyelidikan yang
berwenang. Tapi berdasar besarnya kebocoran data pengguna FB dari Indonesia hanya
sekitar sejuta, besar kemungkinan data ini hanya dipakai untuk politik di
tingkat Propinsi atau Pilkada. Cuma dimana terjadinya, ini belum ada bukti yang jelas. Untuk kedepan
Pilpres 2019 harus dijaga jangan sampai ada cara cara yang sama dengan yang terjadi di AS maupun
UK. Bangsa Indonesia harus menolak dan melawan, penggunaan situs abal abal,
hoax dan provokasi politik Identitas.
Kalau
perlu kita anjurkan rakyat Indonesia untuk puasa medsos hingga Pilpres 2019,
artinya dalam orientasi politik jangan menggunakan referensi dari medsos
termasuk FB, yg memang rentan dari rekayasa pihak tertentu. Sebaiknya ambil
informasi dari media konvensional yg objektif, sudah memiliki reputasi serta
bisa dimintai pertanggung jawaban. Kalau mau lebih akurat bisa melihat kondisi
nyata, apa yg tampak, apa yg dirasakan dan apa yg dialami. Medsos cukup
diperlakukan sbg sarana berkumpul dan mencari hiburan, tapi bukan utk persoalan
politik.
Apakah
Anda setuju dan merasa bahwa di negeri ini, strategi Cambridge Analitica
sebenarnya sudah ada tanda tandanya yg kita rasakan? Jika memang demikian kita
memang harus menolaknya, sekaligus mengusutnya. Mari kita diskusi.
Henry Subiakto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar