Senin, 27 Maret 2017

TOKOH

Setiap tokoh itu selalu memiliki dua karakter, yaitu karakter publik dan karakter privat. Karakter publik itu sifat sang tokoh menurut publik, misal kesolehannya, kemulyaannya, hingga akhlak kebaikan yang lain.
Karakter publik ini terlihat dari tampilannya di depan publik atau umum. Yaitu gambaran tokoh tersebut di benak orang banyak yang interaksinya tidak terlalu dekat, atau tidak langsung sehingga hanya melihat kulit luar, pakaian dan berbagai penampilan di panggung depan (Erfing Goffman : Front Stage).
Sedangkan karakter privat, adalah sifat asli sang tokoh yang hanya diketahui oleh orang orang dekatnya. Orang orang yang akrab, bahkan intim bergaul secara pribadi di panggung belakang (Back Stage kata Erving Goffman).
Seorang tokoh, bisa memiliki karakter publik dan karakter privatnya tidak sama atau tidak sesuai. Banyak tokoh yang karakter publiknya amat mulia dan mengagumkan, tapi ternyata dicibir oleh orang orang dekat, yang berinteraksi langsung dengan sang tokoh. Ini karena buruknya karakter privat sang tokoh di panggung belakang. Orang orang yang dekatlah yang bisa tahu tentang keburukan atau belangnya sang tokoh. Ada pula tokoh yang karakter privatnya sangat baik dihormati oleh lingkungan sekitar dan kerabatnya, tapi yang bersangkutan tidak menonjol di publik. Publik tidak kagum dan tidak memuja mujanya.
Ini semua karena peran media. Peran media komunikasi yang membangun the pictures in our heads tentang orang yang ditokohkan dan dikagumi secara luas (Lippmann). Kalau media termasuk media sosial mengekspose terus menerus tentang kiprah mulya, tampilan suci yang mengagumkan dari tokoh tersebut, maka karakter publik tokoh itupun akan moncer. Masyarakat luas akan memuja muja bahkan bisa rela melakukan apa saja untuk sang tokoh.
Tapi bisa beda 180 derajad dengan yang kenal secara pribadi. Terlebih kalau ada yang punya hubungan pribadi tersebut punya pengalaman nyata yang buruk, kemudian fakta buruk itu terungkap di publik, di media. Sisi gelap yang ada di back stage atau di panggung belakang itu terbingkar di publik, maka ributlah publik atau masyarakat luas, yang selama ini hanya bisa melihat dari jauh. Jadilah kontroversi, jadilah keributan, jadilah kekecewaan.
Disitulah kenapa kita harus hati hati menilai seorang tokoh, apalagi yang kita kagumi. Jangan hanya melihat dari tampilan fisik yang nampak di panggung depan. Contoh sudah banyak yang mengecewakan, katakalah dari Kanjeng Dimas Taat Pribadi, Gatot Brojomusti, atau yg lain.
Tokoh itu kadang kadang dipandang baik, bukan karena nyata nyata baik. Tapi karena Allah masih menutup aibnya. Ini berlaku juga bagi kita semua. Kita terlihat baik juga belum tentu benar benar baik, tapi karena ditutup aib kita oleh Allah. Maka jangankah kita merasa lebih baik dan merasa lebih suci dari yang lain. Padahal sebenarnya hanya karena Allah masih melindungi kita. Semoga semua ini menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak bersikap secara berlebihan. Baik dalam hal suka atau benci pada seorang tokoh, jangan pula kaget jika tokoh idaman kita ternyata punya sisi amat gelap tak sesuai yg kita bayangkan.
Wasalam

Henry Subiakto | 01 februari 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar