Selasa, 23 Mei 2017

BELAJAR BIJAK DARI SEORANG REMAJA BANYUWANGI BERNAMA AFI

Kita orang tua, atau orang yang lebih dewasa, sedang "diajari" untuk menjadi bijak dan berpikir mendalam tentang hidup berbangsa oleh Afi Nihaya Faradisa, anak SMA di Banyuwangi yang tulisan tulisannya mengalir indah dan penuh pengetahuan. Dia menulis pentingnya menghormati perbedaan, menghormati kebhinekaan dan mensyukuri Indonesia. Menurut Afi menulis itu, bukan sedang minta disetujui oleh semua yang membaca tulisannya. Bukan pula minta dipuja atau disenangi karena membenarkan sikap mereka, tapi seseorang itu menulis karena ingin menunjukkan sikap, pendapat, dan pemikiran tentang sesuatu hal.
Pemikiran yang berbeda hendaknya tidak lalu dimusuhi. Pendapat yang berbeda itu justru akan memperkaya pemikiran, dan membuat banyak pihak menjadi lebih bijak, cerdas, dan bersikap hati hati menghadapi pihak lain yang beragam. Tapi anehnya, banyak di antara kita, yang lebih tua, lebih "dewasa" dari Afi, malah bersikap seperti anak kecil. Mereka mengeroyok, membuli, mengecam bahkan, memfitnah, dan menghack FB remaja itu hingga tidak bisa dibuka.
Remaja yang sedang tumbuh, berpikiran cerdas dan kritis malah dimusuhi, hanya karena motif politik. Remaja yg harusnya didukung, diberi tempat agar tumbuh dan lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara, malah dibungkam dan dimusuhi. Untungnya Afi itu cerdas dan berpikiran dewasa, tidak surut karena buli, hoax dan fitnah. Belum tentu untuk remaja lain seumurannya jika diperlakukan atau ditakut takuti seperti itu.
Afi pernah dituduh berbohong, yang menulis bukan dia sendiri, tapi orang dewasa di belakangnya. Karena tulisannya terlalu berbobot dan cerdas bagi anak seusia Afi. Tapi para penuduh itu terbungkam saat lihat Afi ceramah dengan indah dan menarik di kampus kampus. Afi bisa menjawab dengan pintar dan cerdas di media termasuk wawancara TV. Tapi belakangan gadis berjilbab ini justru difitnah sebagai bagian dari kelompok misionaris. Pemikirannya yg luas bukannya diapresiasi tapi malah jadi sasaran berbagai fitnah.
Medsos betul betul jadi ajang komunikasi yg amat "kejam", liar, tak mengindahkan etika, bahkan kadang terlalu jahat bagi mereka yang tak suka dengan perbedaan pikiran. Gara gara status yang tidak disukai, orang bisa membabi buta menyerang, mencela, mengolok olok hingga menfitnah. Tujuannya tak lain agar orang lain punya sikap politik yang sama dengan mereka, atau mereka "hancurkan" kalau tetap berbeda. Orang begitu mudah mengecam dan mencecar, pada orang yang berpendapat berbeda. Seakan ingin membuat semua orang harus sama, kalau berbeda harus dibikin kapok, dibuat malu, bahkan dibuat takut.
Cara cara kasar seperti ini memang cukup efektif membuat banyak orang cenderung diam, cenderung tidak berpendapat, cenderung membiarkan opini opini yang makin radikal dan tak masuk akal. Banyak orang memilih tidak ikut ikut dari pada jadi sasaran buli dan permusuhan.
Walhasil, medsospun dipenuhi dengan pendapat dan pesan yang banyak mengekspresikan kebencian, nyinyir dan pikiran ekstrim, kemarahan dan sikap merasa paling benar dari individu atau kelompok individu yang berkumpul dalam pemikiran yang tertutup. Pikiran dan opini yang muncul hanya yang sependapat, sealiran, jadilah opini mereka bergema semakin mengeras di antara mereka sendiri. Itulah yg disebut "echo chambers".
Mayoritas orang yang memiliki pikiran yang berbeda dari mereka yang ekstrim itu, cenderung memilih diam dan tidak menyuarakan hati nuraninya. Mereka memilih topik topik ringan menghindari topik "panas" yang dibahas kelompok echo chambers. Tapi masih banyak juga yang dengan cerdas, tangkas, dan berani tetap berdiri dan berpendapat yg berbeda, seperti adik kita Afi Nihaya Faradisa tersebut. Mungkin Anda termasuk yang memilih diam, atau malah yang ikut membenci dan menyerang orang orang yang memiliki sikap berbeda, sebagaimana yg dilakukan pada Afi akhir akhir ini?
Semoga perbedaan itu benar benar membuat kita menjadi semakin cerdas, semakin hati-hatisemakin bijaksana dan menghormati orang lain yang berbeda. Bukan pemicu keributan dan konflik antar kita sesama anak bangsa, amin.

Henry Subiakto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar