Oleh : Henry Subiakto
(Staf
Ahli Menkominfo Bidang Media)
Menurut teori
determinisme teknologi, kehidupan masyarakat ditentukan oleh teknologi
komunikasi yang digunakan. Perubahan sosial dan kemasyarakatan yang
terjadi, tersentralisasi karena
kehadiran teknologi komunikasi. Diakui dalam sejarah perkembangan manusia,
teknologi komunikasi berperan penting dalam perubahan sosial yang terjadi. Everett
M Rogers (1986) mengatakan bahwa penemuan tulisan atau teknologi tulisan (writing) telah menyebabkan perkembangan
teknologi cetak menjadi sangat pesat.
Sementara itu penemuan teknologi telekomunikasi dan komputer telah
membawa pengaruh besar terhadap kemajuan teknologi interaktif. [1]
Dalam
pandangan Harold Adam Innis (1989) dari Toronto School, bentuk kehidupan
masyarakat tergantung pada mesin-mesin teknologi komunikasi yang ditemukan, dan
tiap teknologi yang digunakan masyarakat memiliki bias dalam hal pengaruhnya
terhadap bentuk masyarakat itu sendiri.[2] Teori ini menjelaskan
bahwa rangkaian penemuan dan aplikasi teknologi komunikasi telah mempengaruhi secara
signifikan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Sejalan dengan itu Daniel
Dakhidae dalam studi doktornya mencatat bahwa implikasi inovasi teknologi cetak
telah mempengaruhi ekspansi bisnis surat kabar menjadi kian besar dan
membutuhkan dukungan manajemen yang lebih profesional. Berkat perkembangan
teknologi, terjadi intensifikasi kerja jurnalistik, yang pada akhirnya
mendorong ekspansi di bidang lain. Terjadilah ekstensifikasi bisnis yang
berkait dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Itu berarti perkembangan sarana
teknologi tidak berarti hanya sekedar perkembangan teknologi semata, melainkan
juga merupakan adanya transformasi kapital. Menurut Daniel, teknologi bukanlah
sekadar sarana, namun merupakan jantung persoalan yang dirasakan telah merubah
bentuk produksi komoditas yang sederhana menjadi bentuk produksi yang sangat
maju dengan tujuan, ”to have more, to be
more in order tobe more”[3]. Lebih lanjut
Dakhidae mengatakan bahwa, kombinasi antara teknologi tinggi dengan tingkat
integrasi antara industri baru dengan industri yang lain memiliki pengaruh
nyata pada kapitalisme. Teknologi telah
mendorong terjadinya konsentrasi industrial menjadi industri baru.[4]
Teknologi
Konvergens
Kecenderungan di atas
secara teoritik juga terjadi pada perkembangan teknologi baru dewasa ini.
Teknologi interaktif melalui komputer misalnya, berpotensi mempengaruhi
perubahan intensitas sosial untuk tatap muka secara leangsung. Semakin banyak
pergeseran bentuk interaksi sosial, dari yang kongkrit menjadi virtual karena teknologi. Dengan
teknologi interface, seperti fenomena
maraknya face book dan twitter , orang dengan mudah menjadi get connected atau terhubungkan, tanpa
batasan jarak (space) dan waktu (time). Maka yang terjadi adalah,
revolusi komunikasi telah menyebabkan revolusi-revolusi sosial dalam
masyarakat.
Fenomena munculnya
teknologi konvergensi terjadi ketika teknologi komputer, telekomunikasi, dan
media massa menyatu dalam lingkungan digital secara bersama, atau yang
didefinisikan oleh Pavlik dan McIntosh [5]
“the coming together of computing,
telecommunications, and media in a digital environment is known as convergence.”
Konvergen bisa juga diartikan bergabungnya perusahaan internet dengan
perusahaan-perusahaan media tradisional.
Konvergen juga berarti
menyatunya media massa seperti media cetak, audio, dan video kedalam satu media
digital. Walaupun sebenarnya definisi tentang konvergen yang ada belum semuanya
disepakati oleh banyak pihak, namun yang terpenting, konvergen adalah
transformasi dari sifat alamiah komunikasi massa, ke dalam bentuk yang baru
dengan implikasi-implikasi yang baru juga.
Konvergensi pada
akhirnya menyebabkan transformasi tidak hanya pada organisasi media maupun pada
kalangan kreatif atau profesional media yang bekerja di organisasi media,
melainkan juga menyebabkan transformasi pada khalayak, bahkan pemerintah atau
negara sebagai otoritas regulator, dan juga industri. Perubahan teknologi media
telah membawa paradigma baru yang terjadi karena digitalisasi media dan
jaringan media massa yang semakin meluas dan konvergens.
Marshall McLuhan (1991)
mengatakan bahwa teknologi adalah kepanjangan dari indera manusia, yang lebih
dikenal dengan istilah “technology is the
extention of human minds.” Teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia
memperoleh pengalaman dan mengefisienkan waktu dan energi yang dimilikinya.
Teknologi transportasi misalnya, diciptakan sebagai kepanjangan dari kaki
manusia. Sementara, televisi diciptakan sebagai kepanjangan dari indera
penglihatan manusia. Televisi adalah jendela dunia yang memberikan kemudahan
kepada manusia untuk melihat kejadian yang terjadi di luar lingkungannya yang
bisa disaksikannya di ruang-ruang tamu mereka. Teknologi radio juga diciptakan
sebagai kepanjangan dari indera pendegaran manusia. Teknologi konvergensi yang
berkembang saat ini, pada dasarnya berusaha menggabungkan semua fungsi “the extention of human minds” atau
kepanjangan dari indera manusia dalam satu alat yang mampu menjalankan semua
fungsi indera manusia. Makanya teknologi komunikasi yang terus dikembangkan itu
berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang semakin kompleks, seperti
harus bisa mobile atau bergerak, bersifat
instan, compact atau mungil, portable atau mudah dipindah-pindahkan
dari satu tempat ke tempat lain, wireless
atau tanpa kabel, dan sebagainya. Itulah tujuan teknologi komunikasi konvergen,
diciptakan untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.
Mobile phone, atau telepon genggam misalnya, tidak lagi hanya mampu digunakan sebagai
fungsi telephony atau menelpon,
tetapi mampu untuk menulis dan mengirim pesan singkat. Bahkan kini, gadget atau teknologi telepon itu
sendiri telah mampu merubah semua fungsi media yang ada, seperti internet,
surat kabar, radio, televisi, video, dan sebagainya. Mobile phone tidak lagi menjadi kepanjangan bicara manusia,
melainkan juga kepanjangan pendengaran, mata, dan pikiran manusia.
Pada akhirnya, tuntutan
untuk berubah seiring dengan perkembangan teknologi seolah tidak terelakkan
juga bagi masyarakat, industri, dan juga pemerintah. Memang tidak semua media
konvensional langsung tersapu oleh kemajuan teknologi. Tetapi antisipasi
terhadap semua perkembangan itu amatlah penting.
Konsekuensi
dan Implikasi
Ketika ke depan
konvergensi media mengarah pada bentuk-bentuk advanced technology, maka
penyesuaian bukan hanya pada content agar compatible
dengan digital convergence media, tetapi perubahan
ini juga memerlukan penyesuaian-penyesuaian lain. Termasuk perubahan dalam hal
reposisi peran regulatory body,
Pemerintah, hingga dalam hal isi regulasi maupun tatacara mengatur media
konvergens.
Bagi dunia industri atau bisinis, implikasi dari
konvergensi teknologi komunikasi, bukan sekadar berubahnya sarana. Menggunakan
istilah Daniel Dakidae; “It means
technology is not just a technology, It is transformed into capital.”[6]
Sekarang, dengan teknologi konvergensi
terjadi kecenderungan merger atau
bergabungnya institusi media dengan institusi media yang lain semakin kuat. Pada
akhirnya, kondisi ini akan menghasilkan sentralisasi kekuatan media pada satu
institusi. Keragaman kepemilikan menjadi semakin sulit karena telah menjadi
bisnis hyper capital. Semakin banyak
media yang melakukan merger, maka semakin sulit untuk dikontrol.[7] Hal semacam ini berpengaruh terhadap berbagai konsep
bagaimana sistem penyiaran yang demokratis harus dioperasionalkan. Itulah
konsekuensi dari perkembangan teknologi komunikasi yang melahirkan konsep
konvergensi media.
Jadi di satu sisi perkembangan teknologi adalah
perkembangan kapital yang akan mendorong peluang-peluang bisnis baru, dengan
konsekuensi-konsekuensi baru, yaitu
menguatnya korporasi yang menguasai teknologi itu. Di sisi yang lain perkembangan
teknologi menuntut semakin siapnya semua pihak akan terjadinya kecenderungan
konsentrasi industri. Teknologi digital dan konvergens memperbesar kemungkinkan terjadinya kerjasama
bahkan penggabungan antara para penyedia
infrastruktur telekomunikasi dan konten penyiaran atau sebaliknya. Dengan kata
lain karakter teknologi konvergensi akan mendorong terjadinya sinergi, dalam
bentuk kerja sama, merger, antara
operator telepon, internet, dengan operator penyiaran atau media. Hanya dengan
cara itulah teknologi yang mahal menjadi efisien dalam penggunaannya. Karena
itu perkembangan teknologi akan menuntut perubahan pula pada aspek regulasi.
Kita tidak bisa menolak terjadinya konsentrasi media.
Karena justru akan menghambat perkembangan industri media di Indonesia untuk
menjadi perusahaan yang kuat dan kompetitif secara global. Sementara di sisi
lain membiarkan seluruh sumber daya frekuensi dikuasai oleh segelintir orang
juga akan memunculkan persoalan. Maka
diperlukan suatu konsep yang seimbang antara dua kepentingan itu. Kekhawatiran
berlebihan pada konsentrasi media, bertentangan dengan kenyataan bahwa tidak
ada kontrol yang sempurna terhadap konten media, kendati oleh pemiliknya
sendiri. Kontrol terhadap isi, tidak mungkin efektif secara sempurna. Karena
para pekerja media memiliki logika sendiri, mereka senantiasa mempertimbangkan
kepentingan pasar, dan kehendak khalayak, baik dalam pemberitaan maupun
program. Peran rating amat tinggi, ia menjadi ukuran keberhasilan penetrasi media,
sekaligus pedoman isi untuk melangsungkan hidupnya. Tanpa memperhitungkan rating atau keinginan khalayak, industri
media tidak akan hidup. Rating bukan
hanya menjadi barometer, melainkan juga ”filter” bagi ”ownership
control”.
Perkembangan teknologi ini memunculkan tesis C. Edwin
Baker,[8] yang tidak setuju dengan pemikiran Bagdikian (1983), maupun Robert Mc Chessney
(2000) yang mengkhawatirkan konsentrasi media. Menurut Baker apa yang
dikemukakan Bagdikian, ataupun Mc Chessney
adalah dramatisasi fakta dan pemikiran. Baker
mengatakan, “because of internet,
whatever concentrated media power that existed previously “is breaking
up”, conclusion that objectionable
concentration does not exist, especially as properly evaluated in respect to
the media as a whole “[9]
Menurut Baker internet telah merubah segalanya, karena menyajikan berbagai
alternatif dan isinya tidak dapat dikontrol oleh siapapun. Dikatakan Baker,
perkembangan teknologi tetap akan menjamin adanya diversity of voices karena
media yang beragam, sesuai dengan pasar
ide mereka, akan memiliki suara yang beragam pula.
Baker dalam kesempatan yang lain mengatakan, bahwa konsentrasi kepemilikan tujuannya selain efisiensi, juga untuk
memperkuat perusahaan dalam persaingan pasar dunia. Disimpulkannya konsentrasi
kepemilikan merupakan sarana yang menguntungkan untuk perusahaan Amerika
mendominasi pasar dunia (media
concentrations of media ownership beneficially aids American firm domination of
world markets)[10].
Kekhawatiran yang berlebihan terhadap konsentrasi
pemilikan media perlu dipikir ulang, karena konsentrasi tidak identik dengan
monopoli. Konsentrasi merupakan keniscayaan sejarah karena perkembangan teknologi
dan tuntutan bisnis. Perkembangan teknologi sekarang telah memunculkan berbagai
bentuk alternatif media, baik yang
berdasar keberagaman segmen pasar, hingga bentuk media baru yang
bersifat interaktif. Teknologi interaktif inilah yang kemudian memunculkan citizen journalism, dan terbentuknya public sphere yang menggairahkan partisipasi publik, sehingga
justru mendukung iklim demokrasi.
Jadi bisa disimpulkan bahwa dalam sistem penyiaran yang
diikuti perkembangan teknologi yang semakin modern, juga keberadaan independent regulatori body yang berfungsi mengawasi isi media secara baik,
konsentrasi pemilikan media tidak akan membahayakan secara signifikan terhadap
sistem media yang demokratis, khususnya tidak serta merta menghilangkan diversity of contens and opinions.
[1] Everet M Rogers dalam Mc Quail, Mass
Communication Theory, Fifth Edition, Sage Publication, London, Thousand
Oaks, New Delhi, 2005: 102
[2] Denis Mc Quail, Mass
Communication Theory, Fifth Edition, Sage Publication, London, Thousand
Oaks, New Delhi, 2005: 103.
[3] Lihat Daniel Dakidae, The
State, The Rise of Capital and The Fall of Political Journalism Political
Economy of Indonesian News Industry, A Dissertation, Cornell University,
1991: 143.
[4] Ibid : 534.
[5]Lihat John Pavlik &
McIntosh Shawn, Converging Media: An
Introduction to Mass Communication, USA Person, 2004 :
19.
[6] Ibid: 142.
[7] Tim
Unair, Laporan Akhir Studi Analisis Isi Media Konvergensi (Computer Based
Multimedia Communication) Depkominfo, Jakarta,
2008: 8-9
[8] C Edwin Baker, Media
Concentration and Democracy: Why Ownership Matters, Cambridge, UK: Cambridge
University Press, 2007:
55.
[9] Edwin Baker Ibid : 55
[10] Lihat C. Edwin Baker , Media,
Market and Democracy., Communication Society and Politics., Cambridge University Press, 2004: 1001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar