Senin, 09 April 2012

DEMOKRASI DI ERA TEKNOLOGI KONVERGENSI



                        Oleh : Henry Subiakto
              (Staf Ahli Menkominfo Bidang Media)

Menurut teori determinisme teknologi, kehidupan masyarakat ditentukan oleh teknologi komunikasi yang digunakan. Perubahan sosial dan kemasyarakatan yang terjadi,  tersentralisasi karena kehadiran teknologi komunikasi. Diakui dalam sejarah perkembangan manusia, teknologi komunikasi berperan penting dalam perubahan sosial yang terjadi. Everett M Rogers (1986) mengatakan bahwa penemuan tulisan atau teknologi tulisan (writing) telah menyebabkan perkembangan teknologi cetak menjadi sangat pesat.  Sementara itu penemuan teknologi telekomunikasi dan komputer telah membawa pengaruh besar terhadap kemajuan teknologi interaktif. [1]
          Dalam pandangan Harold Adam Innis (1989) dari Toronto School, bentuk kehidupan masyarakat tergantung pada mesin-mesin teknologi komunikasi yang ditemukan, dan tiap teknologi yang digunakan masyarakat memiliki bias dalam hal pengaruhnya terhadap bentuk masyarakat itu sendiri.[2] Teori ini menjelaskan bahwa rangkaian penemuan dan aplikasi teknologi komunikasi telah mempengaruhi secara signifikan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Sejalan dengan itu Daniel Dakhidae dalam studi doktornya mencatat bahwa implikasi inovasi teknologi cetak telah mempengaruhi ekspansi bisnis surat kabar menjadi kian besar dan membutuhkan dukungan manajemen yang lebih profesional. Berkat perkembangan teknologi, terjadi intensifikasi kerja jurnalistik, yang pada akhirnya mendorong ekspansi di bidang lain. Terjadilah ekstensifikasi bisnis yang berkait dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Itu berarti perkembangan sarana teknologi tidak berarti hanya sekedar perkembangan teknologi semata, melainkan juga merupakan adanya transformasi kapital. Menurut Daniel, teknologi bukanlah sekadar sarana, namun merupakan jantung persoalan yang dirasakan telah merubah bentuk produksi komoditas yang sederhana menjadi bentuk produksi yang sangat maju dengan tujuan, ”to have more, to be more in order tobe more”[3].  Lebih lanjut Dakhidae mengatakan bahwa, kombinasi antara teknologi tinggi dengan tingkat integrasi antara industri baru dengan industri yang lain memiliki pengaruh nyata pada kapitalisme.  Teknologi telah mendorong terjadinya konsentrasi industrial menjadi industri baru.[4]

Teknologi Konvergens
Kecenderungan di atas secara teoritik juga terjadi pada perkembangan teknologi baru dewasa ini. Teknologi interaktif melalui komputer misalnya, berpotensi mempengaruhi perubahan intensitas sosial untuk tatap muka secara leangsung. Semakin banyak pergeseran bentuk interaksi sosial, dari yang kongkrit menjadi virtual karena teknologi. Dengan teknologi interface, seperti fenomena maraknya face book dan twitter , orang dengan mudah menjadi get connected atau terhubungkan, tanpa batasan jarak (space) dan waktu (time). Maka yang terjadi adalah, revolusi komunikasi telah menyebabkan revolusi-revolusi sosial dalam masyarakat.
Fenomena munculnya teknologi konvergensi terjadi ketika teknologi komputer, telekomunikasi, dan media massa menyatu dalam lingkungan digital secara bersama, atau yang didefinisikan oleh Pavlik dan McIntosh [5]the coming together of computing, telecommunications, and media in a digital environment is known as convergence.” Konvergen bisa juga diartikan bergabungnya perusahaan internet dengan perusahaan-perusahaan media tradisional.
Konvergen juga berarti menyatunya media massa seperti media cetak, audio, dan video kedalam satu media digital. Walaupun sebenarnya definisi tentang konvergen yang ada belum semuanya disepakati oleh banyak pihak, namun yang terpenting, konvergen adalah transformasi dari sifat alamiah komunikasi massa, ke dalam bentuk yang baru dengan implikasi-implikasi yang baru juga.
Konvergensi pada akhirnya menyebabkan transformasi tidak hanya pada organisasi media maupun pada kalangan kreatif atau profesional media yang bekerja di organisasi media, melainkan juga menyebabkan transformasi pada khalayak, bahkan pemerintah atau negara sebagai otoritas regulator, dan juga industri. Perubahan teknologi media telah membawa paradigma baru yang terjadi karena digitalisasi media dan jaringan media massa yang semakin meluas dan konvergens.
Marshall McLuhan (1991) mengatakan bahwa teknologi adalah kepanjangan dari indera manusia, yang lebih dikenal dengan istilah “technology is the extention of human minds.” Teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia memperoleh pengalaman dan mengefisienkan waktu dan energi yang dimilikinya. Teknologi transportasi misalnya, diciptakan sebagai kepanjangan dari kaki manusia. Sementara, televisi diciptakan sebagai kepanjangan dari indera penglihatan manusia. Televisi adalah jendela dunia yang memberikan kemudahan kepada manusia untuk melihat kejadian yang terjadi di luar lingkungannya yang bisa disaksikannya di ruang-ruang tamu mereka. Teknologi radio juga diciptakan sebagai kepanjangan dari indera pendegaran manusia. Teknologi konvergensi yang berkembang saat ini, pada dasarnya berusaha menggabungkan semua fungsi “the extention of human minds” atau kepanjangan dari indera manusia dalam satu alat yang mampu menjalankan semua fungsi indera manusia. Makanya teknologi komunikasi yang terus dikembangkan itu berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang semakin kompleks, seperti harus bisa mobile atau bergerak, bersifat instan, compact atau mungil, portable atau mudah dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lain, wireless atau tanpa kabel, dan sebagainya. Itulah tujuan teknologi komunikasi konvergen, diciptakan untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.
Mobile phone, atau telepon genggam misalnya, tidak lagi hanya mampu digunakan sebagai fungsi telephony atau menelpon, tetapi mampu untuk menulis dan mengirim pesan singkat. Bahkan kini, gadget atau teknologi telepon itu sendiri telah mampu merubah semua fungsi media yang ada, seperti internet, surat kabar, radio, televisi, video, dan sebagainya. Mobile phone tidak lagi menjadi kepanjangan bicara manusia, melainkan juga kepanjangan pendengaran, mata, dan pikiran manusia.
Pada akhirnya, tuntutan untuk berubah seiring dengan perkembangan teknologi seolah tidak terelakkan juga bagi masyarakat, industri, dan juga pemerintah. Memang tidak semua media konvensional langsung tersapu oleh kemajuan teknologi. Tetapi antisipasi terhadap semua perkembangan itu amatlah penting.

Konsekuensi dan Implikasi  
Ketika ke depan konvergensi media mengarah pada bentuk-bentuk advanced technology, maka penyesuaian bukan hanya pada content  agar compatible dengan digital convergence media, tetapi perubahan ini juga memerlukan penyesuaian-penyesuaian lain. Termasuk perubahan dalam hal reposisi peran regulatory body, Pemerintah, hingga dalam hal isi regulasi maupun tatacara mengatur media konvergens.
Bagi dunia industri atau bisinis, implikasi dari konvergensi teknologi komunikasi, bukan sekadar berubahnya sarana. Menggunakan istilah Daniel Dakidae; “It means technology is not just a technology, It is transformed into capital.”[6]  Sekarang, dengan teknologi konvergensi terjadi kecenderungan merger atau bergabungnya institusi media dengan institusi media yang lain semakin kuat.  Pada akhirnya, kondisi ini akan menghasilkan sentralisasi kekuatan media pada satu institusi. Keragaman kepemilikan menjadi semakin sulit karena telah menjadi bisnis hyper capital. Semakin banyak media yang melakukan merger, maka semakin sulit untuk dikontrol.[7] Hal semacam ini berpengaruh terhadap berbagai konsep bagaimana sistem penyiaran yang demokratis harus dioperasionalkan. Itulah konsekuensi dari perkembangan teknologi komunikasi yang melahirkan konsep konvergensi media.
Jadi di satu sisi perkembangan teknologi adalah perkembangan kapital yang akan mendorong peluang-peluang bisnis baru, dengan konsekuensi-konsekuensi baru,  yaitu menguatnya korporasi yang menguasai teknologi itu. Di sisi yang lain perkembangan teknologi menuntut semakin siapnya semua pihak akan terjadinya kecenderungan konsentrasi industri. Teknologi digital dan konvergens  memperbesar kemungkinkan terjadinya kerjasama bahkan  penggabungan antara para penyedia infrastruktur telekomunikasi dan konten penyiaran atau sebaliknya. Dengan kata lain karakter teknologi konvergensi akan mendorong terjadinya sinergi, dalam bentuk kerja sama, merger, antara operator telepon, internet, dengan operator penyiaran atau media. Hanya dengan cara itulah teknologi yang mahal menjadi efisien dalam penggunaannya. Karena itu perkembangan teknologi akan menuntut perubahan pula pada aspek regulasi.
Kita tidak bisa menolak terjadinya konsentrasi media. Karena justru akan menghambat perkembangan industri media di Indonesia untuk menjadi perusahaan yang kuat dan kompetitif secara global. Sementara di sisi lain membiarkan seluruh sumber daya frekuensi dikuasai oleh segelintir orang juga akan memunculkan persoalan.  Maka diperlukan suatu konsep yang seimbang antara dua kepentingan itu. Kekhawatiran berlebihan pada konsentrasi media, bertentangan dengan kenyataan bahwa tidak ada kontrol yang sempurna terhadap konten media, kendati oleh pemiliknya sendiri. Kontrol terhadap isi, tidak mungkin efektif secara sempurna. Karena para pekerja media memiliki logika sendiri, mereka senantiasa mempertimbangkan kepentingan pasar, dan kehendak khalayak, baik dalam pemberitaan maupun program.  Peran rating amat tinggi, ia menjadi ukuran keberhasilan penetrasi media, sekaligus pedoman isi untuk melangsungkan hidupnya. Tanpa memperhitungkan rating atau keinginan khalayak, industri media tidak akan hidup. Rating bukan hanya menjadi barometer, melainkan juga ”filter  bagi ”ownership control”.
Perkembangan teknologi ini memunculkan tesis C. Edwin Baker,[8] yang tidak setuju dengan pemikiran  Bagdikian (1983), maupun Robert Mc Chessney (2000) yang mengkhawatirkan konsentrasi media. Menurut Baker apa yang dikemukakan Bagdikian, ataupun Mc Chessney  adalah dramatisasi fakta dan pemikiran. Baker mengatakan, “because of internet, whatever concentrated media power that existed previously “is breaking up”,  conclusion that objectionable concentration does not exist, especially as properly evaluated in respect to the media as a whole[9] Menurut Baker internet telah merubah segalanya, karena menyajikan berbagai alternatif dan isinya tidak dapat dikontrol oleh siapapun. Dikatakan Baker, perkembangan teknologi tetap akan menjamin adanya diversity of voices  karena media yang beragam, sesuai dengan pasar  ide mereka, akan memiliki suara yang beragam pula.
Baker dalam kesempatan yang lain mengatakan, bahwa konsentrasi kepemilikan tujuannya selain efisiensi, juga untuk memperkuat perusahaan dalam persaingan pasar dunia. Disimpulkannya konsentrasi kepemilikan merupakan sarana yang menguntungkan untuk perusahaan Amerika mendominasi pasar dunia (media concentrations of media ownership beneficially aids American firm domination of world markets)[10].
Kekhawatiran yang berlebihan terhadap konsentrasi pemilikan media perlu dipikir ulang, karena konsentrasi tidak identik dengan monopoli. Konsentrasi merupakan keniscayaan sejarah karena perkembangan teknologi dan tuntutan bisnis. Perkembangan teknologi sekarang telah memunculkan berbagai bentuk alternatif media, baik yang  berdasar keberagaman segmen pasar, hingga bentuk media baru yang bersifat interaktif. Teknologi interaktif inilah yang kemudian memunculkan citizen journalism,  dan terbentuknya public sphere yang menggairahkan partisipasi publik, sehingga justru mendukung iklim demokrasi.
Jadi bisa disimpulkan bahwa dalam sistem penyiaran yang diikuti perkembangan teknologi yang semakin modern, juga keberadaan independent regulatori body yang berfungsi mengawasi isi media secara baik, konsentrasi pemilikan media tidak akan membahayakan secara signifikan terhadap sistem media yang demokratis, khususnya tidak serta merta menghilangkan diversity of contens and opinions.




[1] Everet M Rogers dalam Mc Quail, Mass Communication Theory, Fifth Edition, Sage Publication, London, Thousand Oaks, New Delhi, 2005: 102  
[2] Denis Mc Quail, Mass Communication Theory, Fifth Edition, Sage Publication, London, Thousand Oaks, New Delhi, 2005: 103.
[3] Lihat Daniel Dakidae, The State, The Rise of Capital and The Fall of Political Journalism Political Economy of Indonesian News Industry, A Dissertation, Cornell University, 1991: 143.
[4] Ibid : 534.
[5]Lihat John  Pavlik & McIntosh Shawn, Converging Media: An Introduction to Mass Communication, USA Person, 2004 : 19.
[6] Ibid:  142.
[7] Tim Unair, Laporan Akhir Studi Analisis Isi Media Konvergensi (Computer Based Multimedia Communication) Depkominfo, Jakarta, 2008: 8-9

[8] C Edwin Baker, Media Concentration and Democracy: Why Ownership Matters, Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2007: 55.
[9] Edwin Baker Ibid : 55
[10] Lihat C. Edwin Baker , Media, Market and Democracy., Communication Society and Politics., Cambridge University Press, 2004: 1001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar